Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Dalam hal ini paradigma politik mencakup landasan pemikiran, ideologi, dan prinsip yang mengarahkan tindakan politik.
Ironisnya kita seringkali terlibat dalam perdebatan dan menghabiskan energi untuk mendukung calon yang kita anggap ideal, akan tetapi kita seringkali melupakan esensi menjadi bagian dari sebuah bangsa dan negara.
Kita sering lupa bahwa siapapun yang memenangkan pemilihan nantinya, akan tetap berada dalam genggaman oligarki yang kuat.
Salah satu hal yang memegang peranan krusial dalam menciptakan pemimpin yang mampu membawa bangsa ini menuju kemakmuran adalah pendidikan.
Di dalam konteks filsafat pendidikan Islam, ada dua hal utama yang perlu dibangun.
Pertama, kemampuan berpikir kritis. Jika para peserta didik hanya pasif dan menuruti apa yang dikatakan oleh para pengajar, maka pendidikan tersebut dapat dianggap gagal.
Sayangnya memang perlu diakui selama ini terdapat kekurangan dalam pendidikan kita karena sikap kritis tidak diajarkan secara memadai.
Seringnya siswa hanya diajarkan untuk menjadi penurut atas semua instruksi guru, dosen, atau otoritas lainnya.
Maka akibatnya ketika anak-anak itu tumbuh dewasa dan menjadi pemimpin, mereka akan cenderung kurang memiliki kemampuan berpikir kritis.
Kemungkinan mereka akan tunduk dan mengikuti kehendak ketua partai atau otoritas lainnya tanpa bisa menggunakan nalar kritis mereka sendiri, apakah perintah yang diberikan padanya itu tepat atau tidak.
Kedua, penting untuk mendorong kreativitas dalam pendidikan. Hal ini berarti tidak hanya fokus pada aspek kognitif semata, tetapi juga melihat masalah secara komprehensif.
Hal ini karena permasalahan yang dihadapi di kehidupan nyata sangatlah kompleks dan melibatkan berbagai variabel yang saling terkait. Bukan hanya soal siapa presidennya dan siapa wakilnya, semua masalah akan teratasi.
Pendidikan yang efektif haruslah bersifat integratif dan tidak terpaku pada ego sektoral yang sempit.
Sejatinya, seorang calon pemimpin bangsa tak hanya perlu menguasai ilmu politik saja, melainkan juga ilmu lainnya yang terintegrasi, seperti sosiologi, antropologi, dan disiplin ilmu lainnya.
Selain itu, pemimpin juga harus memiliki pemahaman yang baik tentang sejarah perjalanan bangsa.