Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Suatu hari ketika saya sedang transit di Bandara Ngurah Rai Bali untuk melanjutkan penerbangan ke Solo, saya berjumpa dengan dua orang dengan tujuan yang sama.
Sembari menunggu pengumuman boarding, kami berbincang dan sampailah perbincangan kami ke seputar bisnis kredit pembiayaan. Dua orang tadi bertanya soal seputar pengajuan kredit kendaraannya yang ditolak oleh sebuah perusahaan pembiayaan.
SLIK saya bagus dan tidak ada kredit di tempat lain, tapi kenapa pengajuan kredit saya ditolak?
Sebagai seseorang yang bekerja di perusahaan finance, saya mencoba menjelaskan bahwa biasanya ada dua pihak yang jadi penentu apakah sebuah pengajuan kredit bisa disetujui atau tidak.
Pertama adalah pihak marketing yang merangkap sebagai surveyor. Ia memiliki peran penting dengan langsung meneruskan order debitur ke divisi kredit atau langsung ditolak.
Kedua adalah analis kredit. Bila surveyor menyetujui, belum pasti juga lolos di tim kredit yang punya kemampuan mengidentifikasi resiko.
Seandainya pun tak disetujui, bisa jadi calon nasabah tak disampaikan secara lengkap apa pertimbangannya.
Perlu diketahui, divisi analis adalah divisi independen. Punya sejumlah parameter sebagai pertimbangan.
Maka biasanya andai Si Surveyor merasa bahwa seorang calon nasabah itu layak untuk dibiayai, biasanya dilakukan banding dengan eskalasi ke level yang lebih tinggi.
Di samping itu, ada juga syarat dan ketentuan yang harus disampaikan ke calon debitur untuk dilengkapi agar menaikkan skoring kredit.
Semenjak SLIK OJK menggantikan peran BI Checking baik di perbankan atau di lembaga keuangan non bank, sebenarnya cukup membantu untuk menyaring kredit.
Alasannya adalah pihak kreditur bisa memilah siapa yang bisa dipercaya untuk diberi pinjaman, selain itu para debitur yang kerap menunggak pun tak lagi leluasa bisa mengajukan pinjaman dana dengan bebas.
Dalam hal ini, pihak pemberi kredit bisa mengurangi jumlah kerugian, sebab kontrak-kontrak yang menunggak bahkan melebihi masa write off (WO) masih bisa dibayarkan oleh debitur andai ingin mengajukan kredit di kemudian hari di lembaga yang berbeda.
Di sisi lain masyarakat juga jadi teredukasi secara langsung soal bagaimana bertanggung jawab terhadap kewajiban cicilan agar berada dalam kolektibilitas yang masih dapat diberikan pendanaan.
Kolektibilitas ini biasanya terbagi dalam lima kategori. Pada kategori satu dan dua umumnya masih bisa dibiayai, meski para analisis kredit cenderung lebih suka kategori satu alias history payment yang tidak pernah lewat jatuh tempo.