Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
S Aji
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama S Aji adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Joko Pinurbo, Puisi, dan Ucapan Terima Kasih

Kompas.com - 31/05/2024, 21:41 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Joko Pinurbo berpulang. Hari ini untuk bersedih. Bersedih dengan cara membaca lagi puisi Joko Pinurbo.

Puisi-puisi yang dibuat Joko Pinurbo mengajarkan bagaimana menikmati tragedi, ironi, humor dari hidup sehari-hari jelata diikhtiarkan.

Puisi-puisinya mungkin tak sangar, tak mengoreksi kekuasaan.

Kalau membaca lagi karya-karya Joko Pinurbo, seperti ingin mengingatkan bahwa perjalanan dan pergulatan nasib manusia.

Bahwasanya orang kecil tidak cukup dimaknai dengan khutbah, apalagi janji politik yang temporer.

Sejalan-seirama dengan itu, puisi-puisi Joko Pinurbo mengajak kita bermain-main dengan tubuh/badan, menggenapi nasib.

Banyak sekali diksi-diksi yang digunakan Joko Pinurbo guna menggambarkan realitas lewat puisinya, ada celana, sarung, telepon genggam, toilet, hingga ranjang dan angkringan.

Malah seorang Sastrawan dan Cendikiawan (Alm.) Ignas Kladen menuliskan, bahwa penyair Joko Pinurbo selalu memandang tubuh manusia dengan nada yang ironis.

"Mengapa penyair Joko Pinurbo selalu memandang tubuh manusia dengan nada yang ironis, dengan bitter after-taste, yaitu rasa pahit yang menyusul setelah kita menelan sesuatu? Apakah tubuh manusia tidak menimbulkan pesona apa pun pada penyair ini?" tulisnya, dalam sebuah esai, "Puisi: Membaca Kiasan Badan".

Tubuh macam apa yang dikonstruksi dalam puisi yang dipertanyakan itu? Sebagai secuil gambaran, mari kita tengok puisi Mampir yang mirip pesan short message service (SMS).

Tadi aku mampir ke tubuhmu
tapi tubuhmu sedang sepi
dan aku tidak berani mengetuk pintunya.
Jendela di luka lambungmu masih terluka
dan aku tidak berani melongoknya.

Ignas Kleden tentu saja mengajukan (cara menemukan) jawaban.

Yakni dengan mengajak kita melihat tubuh dalam puisi penyair yang pada tanggal 11 Mei nanti akan berulang tahun kedalam diskursus intelektual, khususnya filsafat dan sosiologi. Tempat dimana tubuh direnungkan dalam konfigurasi kapitalisme dan masyarakat modern.

Ignas Kleden menutup renungannya dengan kalimat:

Dalam arti itu, kumpulan sajak ini dapat dipandang sebagai suatu seismograf kebudayaan karena dia menyingkapkan dan mengingatkan kembali pentingnya badan dalam hidup, dalam kebudayaan, dan dalam puisi Indonesia.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Di Balik Layar Cerita Mengompos dengan Komposter Drum

Di Balik Layar Cerita Mengompos dengan Komposter Drum

Kata Netizen
Jika MBG Dimasak oleh Ibu Sendiri...

Jika MBG Dimasak oleh Ibu Sendiri...

Kata Netizen
Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau