Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Memasukkan anak ke sekolah negeri favorit dengan kualitas yang baik adalah impian setiap orang tua, tetapi impian itu mesti bersaing dengan keras.
Setiap tahunnya ketika aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dijalankan maka sering kita tahu dan dengar cerita-cerita yang menarik.
Pasalnya orangtua ingin sekali menyekolahkan anaknya di sekolah dan lingkungan terbaik, maka pada saat yang bersamaan sekolah-sekolah negeri diminati banyak orang. Itu belum termasuk sekolah negeri favorit.
Dari sana muncul beragam drama terjadi, sekolah negeri favorit hanya ada di beberapa wilayah dan jumlah sangat terbatas.
Sistem zonasi membuat sekolah yang tadinya favorit menjadi tidak mungkin dimasuki untuk anak anak berprestasi yang tidak tinggal dalam zona tersebut.
Kalau berkaca pada aturan zaman dulu, setiap siswa ketika ingin menndaftar sekolah menggunakan nilai ebtanas murni (NEM).
Nilai yang dimiliki calon siswa bisa digunakan untuk masuk sekolah sesuai mengikuti range angka NEM. Semakin tinggi nilai NEM akan semakin leluasa menentukan dimana calon siswa bersekolah.
Maka penting untuk melihat bagaimana sistem zonasi ini agar sekolah terus berbenah untuk menaikkan kualitas sekolah. Sehingga dengan adanya zonasi akan hilang sendiri dan semua sekolah jadi favorit.
Pandangan Orangtua tentang Zonasi
Sebagai orangtua murid, sistem zonasi ini baik meski ada beberapa kekurangan. Ini terkait bagaimana seorang siswa bisa berprestasi tetapi kesulitan dalam bersaing untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Sehingga wajar bila sebagai orang tua punya kepentingan agar anak diterima di sekolah negeri yang berkualitas, karena dari jenjang menengah atas (SMA) anak akan terima di perguruan tinggi.
Harapannya anak-anak bisa mendapat pendidikan tinggi negeri yang baik di kampus yang memiliki rangking nasional yang baik.
Daya Tampung dan Kuota Siswa
Rata rata sekolah negeri di Indonesia masih seperti kurva seperti piramid, kapasitas jenjang pendidikan lebih tinggi lebih sedikit alias lebih kecil.
Itu berlaku dari semua jenjang pendidikan SD ke SMP dan lalu ke SMA, jumlah daya tampung mengalami pengurangan.
Oleh karena itu, karena semakin mengecilnya kuota sehingga daya tampung sekolah-sekolah favorit terus ada.
Belum lagi sistem zonasi yang diterapkan daya tampung anak yang bisa diterima sekolah negeri semakin terbatas.
Permasalahan yang terjadi ini kemudian dijawab oleh beberapa lembaga pendidikan swasta, tetapi biasanya memasang biaya pendidikan yang lebih mahal.
Sayangnya, walau orangtua mampu secara finansial kuota sekolah swasta berkualitas juga terbatas.
Pendidikan memang memerlukan biaya, pemerintah yang memiliki regulasi sekaligus juga sebagai operator pendidikan perlu melakukan evaluasi, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten perlu menyamakan visi dan misi.
PPDB Zonasi
Berapapun kuatnya keinginan kita sebagai orangtua untuk memasukkan anak ke sekolah negeri berkualitas dengan sistem zonasi.
PPDB sistem zonasi memang perlu dievaluasi, perlu ada jalan keluar agar keinginan semua pihak dapat diakomodir dengan ketentuan yang jelas.
Kalaupun ada yang bisa diperbaikin dari sistem zonasi yakni dibuatkan panitia khusus untuk anak-anak berprestasi bisa ditampung dalam program khusus.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "PPBD Antara Niat dan Kenyataan Pendidikan Berkualitas dan Berkeadilan"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya