Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yose Revela
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Yose Revela adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Akhir Kisah Erik ten Hag dan Manchester United

Kompas.com - 29/10/2024, 15:56 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Setelah hanya mencatat 1 kemenangan di 8 pertandingan terakhir, termasuk takluk 1-2 atas tuan rumah West Ham di Liga Inggris, akhir pekan lalu, akhirnya Manchester United memecat pelatih Erik Ten Hag, Senin (28/10).

Tentunya, ini adalah satu hal yang sudah cukup lama ditunggu Manchunian, karena selama masa tugasnya, terlalu banyak masalah dalam tim. Mulai dari masalah performa, disiplin sampai kekompakan

Awalnya, kiprah pelatih asal Belanda ini terlihat menjanjikan, karena sempat menampilkan ketegasan, yang sudah lama hilang di Old Trafford. Saking tegasnya, pemain sekelas Cristiano Ronaldo sampai berani didepak tanpa basa-basi.

Prospek cerah yang ada makin terlihat menjanjikan, karena pelatih berkepala plontos itu langsung membawa klub finis di papan atas Liga Inggris, plus juara Carabao Cup musim 2022-2023. Tak heran, jargon tsunami trofi pun bergema di kalangan suporter.

Masalahnya, prospek cerah ini langsung memburuk di tahun kedua, dan terlihat seperti pencitraan. Meski semua keinginannya tetap didukung penuh manajemen klub, baik dalam hal belanja pemain atau merekrut staf pelatih, kekacauan tetap tak terbendung. 

Pemain juara Liga Champions seperti Casemiro saja terlihat seperti pemain kelas medioker. Konyolnya, kekacauan itu masih ditambah dengan transfer mahal tapi cenderung flop seperti Antony dan Rasmus Hojlund.

Apa boleh buat, bukannya tsunami trofi, seperti yang digembar-gemborkan, tsunami komedi-lah yang datang secara rutin. Saking parahnya, Setan Merah bahkan hampir saja absen di kompetisi antarklub Eropa, andai tak meraih gelar Piala FA di akhir musim 2023-2024.

Situasi semakin runyam di musim 2024-2025, karena performa Harry Maguire dkk tak juga membaik.

Setelah dua kekalahan 0-3 dari Liverpool dan Tottenham Hotspur di kandang sendiri, plus deretan hasil miring lainnya, benar-benar menunjukkan, seberapa parah level aktual Erik Ten Hag di Liga Inggris.

Meski sukses besar di Ajax Amsterdam dan juara piala domestik di MU, ETH tampak terlalu percaya diri dengan idenya, dan pada titik tertentu cenderung meremehkan lawan. Terbukti, idenya meng-Ajax-kan tim malah jadi bumerang.

Secara taktis, keputusannya memboyong eks pemain Ajax, yakni Lisandro Martinez, Antony, Andre Onana, Noussair Mazraoui dan Matthijs de Ligt memang menjadi satu langkah logis, karena seorang pelatih kadang butuh pemain yang sudah kenal betul dengannya. Ini bukan fenomena baru di sepak bola.

Masalahnya, ketika standar umum di Eredivisie Belanda diterapkan mentah-mentah di Liga Inggris, ini jelas kesalahan fatal.

Ketika di Belanda, Ajax Amsterdam memang tim paling sukses, tapi di Inggris, situasinya jauh berbeda. Permainan jauh lebih intens, dan persaingan lebih dinamis.

Jadi, wajar kalau Erik Ten Hag keteteran dan akhirnya ditendang. Prestasi yang tak sesuai dengan borosnya belanja klub menjadi satu nilai minus fatal.

Sebagai langkah darurat, Manchester United untuk sementara menunjuk Ruud Van Nistelrooy sebagai pelatih, sampai pelatih baru datang.

Tetapi, dengan kondisi klub yang sedang melakukan upaya penghematan besar-besaran, akan sulit mengharapkan nama besar datang dalam waktu dekat.

Kalaupun ada nama baru, itu tak jauh dari nama-nama pelatih tanpa klub, seperti Gareth Southgate, Xavi, atau Ole Gunnar Solskjaer. Malah, bukan tak mungkin Ruud Van Nistelrooy ditunjuk sebagai pelatih tetap, jika kinerjanya oke.

Situasi ini menjadi buah kekacauan yang sudah ada sedekade terakhir, tepatnya sejak Sir Alex Ferguson pensiun. Terlepas dari sejarah dan nama besar klub di masa lalu, kekacauan yang ada saat ini pelan-pelan sudah menggiring mereka ke level medioker.

Jika tak ada perbaikan berarti, rasanya tak butuh waktu lama untuk melihat Manchester United benar-benar "nyaman" menjadi klub kelas medioker.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "ETH, Kisah Sebuah Era Tsunami Komedi"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Kata Netizen
Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kata Netizen
Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Kata Netizen
'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau