Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nara Ahirullah
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Nara Ahirullah adalah seorang yang berprofesi sebagai Konsultan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Sekolah Menghadapi Sampah Makan Siang Gratis

Kompas.com - 29/11/2024, 21:04 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Sekolah-sekolah mesti sudah bersiap mulai dari sekarang untuk menghadapi sampah organik sisa makan siang gratis itu. Karena banyak atau sedikit, sampah sisa makan siang gratis pasti ada.

Apalagi makan siang gratis itu diprogramkan akan diberikan setiap hari. Maka, setiap hari juga akan timbul sampah organik sisa makanan di sekolah.

Jika sekolah tidak mandiri mengelola sampah organik itu, maka sekolah akan bergantung pada petugas pengangkut sampah. Sekali atau dua kali petugas sampah tidak menjalankan tugasnya, sekolah bisa penuh bau sampah organik yang tidak dikelola.

Bukan tidak mungkin sekolah akan jadi tempat tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Ingat, ini bukan hanya satu sekolah, tapi semua sekolah akan mendapat jatah makan siang gratis itu.

Itu berarti, jika bergantung pada petugas pengangkut sampah, berarti petugas pengangkut sampah juga harus bekerja ekstra keras setiap hari.

Petugas pengangkut sampah yang bekerja ekstra mengangkut sampah sisa makanan setiap hari itu juga berarti akan terjadi pembuangan sampah ekstra ke TPA. Sehingga TPA akan semakin menggunung sampah organik yang dibuang sia-sia.

Terutama jika sampah organik itu tercampur dengan sampah anorganik. Sangat sulit diselamatkan dan diolah untuk bahan baku daur ulang.

Apa yang harus dipersiapkan sekolah?

Mau tidak mau, sekolah sudah harus mulai memikirkan untuk bagaimana mengelola sampah sisa makan siang gratis itu supaya tidak bergantung pada 1 pihak saja. Ketergantungan dalam hal apapun hasilnya buruk. Terlebih lagi salam urusan sampah.

Maka sekolah harus mampu mengelola sampah dengan baik. Yaitu dengan mempersiapkan setidaknya infrastruktur pemilahan sampah organik dan anorganik.

Untuk sampah anorganik, sekolah bisa pakai wadah apa saja. Seperti trashbag (kantong sampah), karung, atau tas kresek besar untuk menampung sampah anorganik.

Yang penting, jangan sampai sampah anorganik bercampur wadahnya dengan sampah organik. Kalau itu terjadi, sampah sudah tidak bisa diapa-apakan lagi dan harus berakhir di pembuangan sampah.

Untuk sampah organik, sekolah wajib punya komposter. Komposter yang besar ukuran 200 liter. Setiap 500 siswa setidaknya ada satu komposter kali jumlah hari siswa mendapatkan makan siang gratis.

Contohnya, suatu sekolah memiliki 500 siswa-siswi. Berarti sekolah ini harus punya 6 komposter . Jika suatu sekolah punya murid 2.000 orang, maka harus punya 24 komposter. Kelebihan jumlah komposter tidak masalah, yang penting jangan sampai kekurangan.

Contoh kerja sekolah dengan 500 siswa. Enam komposter diberi label komposter A, komposter B, komposter C, komposter D, komposter E, dan komposter F.

Sisa makan hari Senin dimasukkan ke komposter A. Jika komposter A penuh sampah organik di hari Senin, maka sisa makanan hari Selasa masukkan ke komposter B. Tapi jika komposter A belum penuh di hari Senin, maka sampah makanan hari Selasa bisa dimasukkan ke komposter A.

Siklus hari dan wadah komposter yang dipakai, jika sesuai maka seperti ini:

Sampah organik Senin ke komposter A.
Sampah organik Selasa ke komposter B.
Sampah organik Rabu ke komposter C.
Sampah organik Kamis ke Komposter D.
Sampah organik Jumat ke Komposter E.
Sampah organik Sabtu ke Komposter F.

Hari Minggu, komposter A sudah bisa diambil isinya untuk diproses lanjutan jadi pupuk organik. Kemudian sampah organik hari Senin selanjutnya sudah bisa masuk komposter A lagi.

Saat komposter A diisi sampah organik, di hari yang sama, komposter B harus dikuras isinya untuk diproses lanjutan jadi pupuk organik juga. Dan begitu terus siklusnya.

Sampah organik yang masuk komposter dalam waktu 6 hari sudah terproses dekomposisi. Dengan catatan, mikroba dekomposernya benar dan kompos suplemennya tepat.

Tiga unsur itu satu paket dalam proses komposting. Jika salah satu dari unsur itu tidak ada, jangan harap proses komposting singkat 6 hari itu akan berjalan baik.

Proses komposting selama 6 hari tentu tidak bisa sempurna. Maka harus diproses lanjutan supaya bisa dimanfaatkan jadi pupuk. Tapi setidaknya, dengan sistem itu sekolah tidak bergantung pada petugas sampah dan tidak menyumbang sampah makin menggunung di TPA.

Nah, melihat contoh proses dan siklus pengelolaan sampah organik tersebut, maka yang harus disiapkan sekolah bukan hanya infrastruktur pemilahan dan pengolahan sampah saja. Tapi juga harus menyiapkan personel yang konsisten mengelola sampah organik itu.

Karena kalau tidak, ya sama juga bohong. Karena proses siklus penggunaan komposter tidak bisa berjalan tanpa bantuan manusia. Sebab, sampah di komposter tidak bisa keluar sendiri.

Bukan hanya itu, antar sekolah atau dinas pendidikan setempat juga harus mengintegrasikan pengelolaan sampah antar sekolah.

Sampah organik yang dikeluarkan dari komposter yang ada di sekolah-sekolah harus diolah lanjutan supaya bisa dimanfaatkan jadi pupuk ber-SNI 19-7030-2004: Kompos Organik Berbahan Sampah Domestik.

Pengolahan lanjutan sampah organik itulah yang menyempurnakan proses komposting sampah sisa makan siang gratis tersebut.

Instalasi ini juga diperlukan mesin cacah sampah organik, mesin ayak, dan peralatan produksi sampah organik menjadi kompos atau pupuk organik. Diperlukan orang juga untuk bekerja memproses.

Hasil akhir dari pengelolaan dan pengolahan sampah organik adalah pupuk atau kompos organik yang bisa dipakai lagi untuk pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Jadi, sampah tidak dibuang sia-sia tapi menjadi bahan baku daur ulang biologis.

Hingga saat ini belum ada perencanaan mengenai sampah sisa makan siang gratis. Maka manajemen sekolah sudah harus mulai memikirkannya sebagai bagian dari tanggung jawabnya mengelola sampah kawasan sekolah itu.

Dinas lingkungan hidup (DLH) setempat, dinas pendidikan, hingga para bupati dan walikota pun harus mulai memikirkan bagaimana mengelola dan mengolah sampah sisa dari program makan siang gratis itu.

Benar-benar perlu dipikirkan kalau tidak mau masalah sampah akan mengganggu aktivitas sekolah. Dan yang terburuk adalah sampah yang masuk ke TPA semakin bejibun. TPA makin penuh. Pencemaran karena sampah TPA makin tinggi dan meluas. Sementara sampah yang seharusnya bisa diolah, dibuang sia-sia.

Padahal di muka bumi, seharusnya tidak ada yang sia-sia.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menyiapkan Sekolah Menghadapi Sampah Makan Siang Gratis"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa Beda antara Kategori Buku dan Genre Buku?

Apa Beda antara Kategori Buku dan Genre Buku?

Kata Netizen
Sekolah Menghadapi Sampah Makan Siang Gratis

Sekolah Menghadapi Sampah Makan Siang Gratis

Kata Netizen
Pertumbuhan Ekonomi, PPN 12 Persen, dan Frugal Living

Pertumbuhan Ekonomi, PPN 12 Persen, dan Frugal Living

Kata Netizen
Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau