Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Veronika Gultom
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Veronika Gultom adalah seorang yang berprofesi sebagai Programmer/IT Consultant. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Apakah "Job Fair" Masih Jadi Pilihan Cari Kerja?

Kompas.com - 30/11/2024, 17:45 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Job fair sepertinya lebih cocok untuk fresh graduate tetapi tidak untuk yang berpengalaman sesuai skil dan mengharapkan gaji yang bisa dinegosiasikan.

Mungkin itu makanya job fair lebih sering diadakan di kampus-kampus perguruan tinggi. Di mana para mahasiswa yang baru lulus atau sebentar lagi akan segera menyelesaikan pendidikannya dapat melamar dan langsung interview (walk in interview).

Saya rasa perusahaan-perusahaan yang ikut dalam job fair juga sudah tahu target pelamarnya dari jurusan apa saja. Keuntungannya buat mereka adalah mendapatkan calon tenaga kerja yang masih "fresh".

Jadi mereka dilatih menjadi profesional yang diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Karena masih harus dilatih, tentu gajinya pun disesuaikan. Sementara untuk calon karyawan, kesempatan mereka untuk diterima juga lebih besar.

Untuk job fair di luar kampus, rasanya perlu dipertimbangkan kira-kira berapa banyak calon pelamar yang akan datang. Karena job fair yang diadakan di kampus dan untuk umum berbeda.

Biasanya job fair untuk umum akan banjir peminat. Jadi apakah melamar langsung melalui job fair dengan "terlalu" banyak pelamar akan efektif?

Berapa menit waktu yang dibutuhkan untuk melakukan interview per orang? Apakah dengan begitu banyak pelamar yang datang akan kebagian waktu semuanya?

Dalam kasus ini, akan lebih baik untuk submit lamaran secara online. Atau melalui situs-situs penyedia lowongan kerja seperti jobstreet, jobsdb, dll.

Jika sebelum job fair, mereka sudah menyediakan formulir online untuk diisi pelamar via Internet, dan Anda sudah menerima nomor antrian untuk diwawancarai atau untuk test, itu akan lebih baik daripada menunggu yang tak pasti, karena akan buang-buang waktu percuma.

Selain itu, sebaiknya cek dulu jenis-jenis lowongan pekerjaan yang ditawarkan. Jika tidak ada yang cocok, buat apa datang ke job fair.

Untuk yang sudah memiliki pengalaman cukup, menurut saya akan lebih baik jika pendekatan dengan headhunter. Karena mereka tahu apakah ada lowongan pekerjaan yang cocok untuk Anda.

Dan biasanya jika mereka tertarik dengan resume yang diberikan, dan kebetulan ada kebutuhan yang sesuai dengan skil dan pengalaman kita, mereka akan langsung wawancara awal untuk mengetahui lebih banyak tentang kita, agar mereka dapat "menjual" resume kita kepada client dengan cara yang tepat. Tentunya ini akan menghemat banyak waktu.

Seorang headhunter pasti akan berusaha "menjual" dengan baik karena itu adalah pekerjaan mereka dimana mereka dibayar untuk itu.

Tapi jangan salah, bukan pelamar yang membayar. Dan jangan pernah mau jika diminta untuk membayar dengan alasan apapun.

Kalaupun belum ada lowongan kerja yang sesuai dengan skill kita, biasanya data kita akan disimpan dan mereka akan melihat lagi jika di kemudian hari ada kebutuhan.  

Ada banyak situs penyedia lapangan kerja yang juga bisa dicoba. Keuntungan menggunakan situs penyedia lapangan kerja adalah data Anda sudah "terbaca" oleh sistem ketika mengisi data secara online, sehingga dapat langsung dikelompokkan, dan dicocokkan dengan lowongan kerja yang ada.

Ada kemungkinan headhunter akan menghubungi Anda, ada kemungkinan Anda cuma dikirimi news letter berisi daftar lowongan kerja yang cocok dengan Anda, dan keputusan Anda sendiri apakah akan melamar atau tidak. Ada kalanya juga perusahaannya yang langsung kontak kita.

Namun, belakangan ini nampaknya CV dan resume kita mulai dibaca oleh AI, tetapi belum sepenuhnya "satu bahasa" dengan manusia.

Maka, pastikan CV atau resume kita sudah benar. Bebas typo, tata bahasanya baik, kata kuncinya juga sesuai, agar dapat memenuhi syarat secara "AI".  Ada baiknya juga mencari tahu, CV atau resume seperti apa yang bakal lolos penyortiran oleh AI. 

Satu hal yang perlu disadari adalah, mencari pekerja itu tidak mudah. Maka itu di beberapa perusahaan yang menghargai karyawan dan sadar bahwa mencari karyawan yang cocok itu tidak mudah, diberikan kesempatan kepada karyawan yang ada untuk mereferensikan seseorang.

Jika orang itu lolos dan dapat bertahan sampai masa probation selesai, karyawan yang mereferensikan akan mendapatkan insentif atas referensinya.

Jadi, kadang-kadang kita juga bisa tanya-tanya teman, kenalan mengenai lowongan kerja yang sesuai dengan skill kita. Siapa tahu pas sedang ada lowongan di tempat mereka bekerja.

Jadi menurut saya, yang paling efektif adalah pendekatan ke headhunter. Namun demikian job fair juga penting untuk para fresh graduate dan untuk jenis-jenis skill tertentu.

Tetapi yang lebih penting lagi adalah kesiapan seorang pelamar kerja. Apapun jalurnya, kalau si pelamar tidak siap, akan sulit lolos dalam test dan wawancara untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. 

Maka itu, diharapkan pemerintah juga peka akan hal ini. Job fair saja tidak akan efektif jika tenaga kerjanya tidak tersedia.

Pelamar banyak tetapi yang sesuai dengan kebutuhan belum tentu sebanyak itu. Ada baiknya pemerintah mengadakan pelatihan-pelatihan untuk bisa menyediakan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Job Fair, Headhunter, Online Job Portal, Mana yang Lebih Efektif?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Cara Gen Z Menentukan Karier, Passion atau Gaji?

Cara Gen Z Menentukan Karier, Passion atau Gaji?

Kata Netizen
Anak Mental Strawberry Generation, Apakah Karena Terlalu Dimanjakan?

Anak Mental Strawberry Generation, Apakah Karena Terlalu Dimanjakan?

Kata Netizen
Adakah Cara agar Melangsungkan Pernikahan Tanpa Utang?

Adakah Cara agar Melangsungkan Pernikahan Tanpa Utang?

Kata Netizen
Apa Jadinya Jika Kantin Sekolah Dikenakan Pajak Retribusi?

Apa Jadinya Jika Kantin Sekolah Dikenakan Pajak Retribusi?

Kata Netizen
Apakah 'Job Fair' Masih Jadi Pilihan Cari Kerja?

Apakah "Job Fair" Masih Jadi Pilihan Cari Kerja?

Kata Netizen
Membedakan Respon Patuhnya Anak, Sayang atau Takut?

Membedakan Respon Patuhnya Anak, Sayang atau Takut?

Kata Netizen
Talenan Plastik, Talenan Kayu, dan Keamanan Pangan

Talenan Plastik, Talenan Kayu, dan Keamanan Pangan

Kata Netizen
Apa Beda antara Kategori Buku dan Genre Buku?

Apa Beda antara Kategori Buku dan Genre Buku?

Kata Netizen
Sekolah Menghadapi Sampah Makan Siang Gratis

Sekolah Menghadapi Sampah Makan Siang Gratis

Kata Netizen
Pertumbuhan Ekonomi, PPN 12 Persen, dan Frugal Living

Pertumbuhan Ekonomi, PPN 12 Persen, dan Frugal Living

Kata Netizen
Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau