Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Wacana pemerintah tentang libur sekolah sebulan penuh selama Ramadhan telah mencuat ke permukaan. Layaknya deja vu, sebenarnya kebijakan serupa pernah diterapkan di masa lalu sehingga ini membawa kenangan bagi sebagian besar orang yang pernah mengalaminya. Namun, di tengah perubahan zaman dan kebutuhan pendidikan yang semakin kompleks tentu ada pertanyaan yang muncul. Apakah kebijakan tersebut masih relevan?
Ramadhan selalu menjadi bulan yang sangat istimewa dalam kalender umat Islam. Aktivitas ibadah meningkat dan pola kehidupan sehari-hari berubah.
Libur sekolah sebulan penuh saat Ramadhan dianggap dapat memberikan ruang lebih bagi siswa untuk mendalami agama, memperbanyak ibadah, atau memperkuat nilai spiritual.
Wacana ini juga memantik diskusi dari berbagai perspektif dengan sudut pandang berbeda. Sebagian memandang libur panjang ini sebagai peluang untuk berkumpul bersama keluarga atau melakukan perjalanan spiritual bersama.
Sementara yang lain agaknya khawatir akan potensi ketimpangan terutama bagi siswa yang membutuhkan dukungan belajar tambahan.
Tidak dapat dipungkiri wacana ini juga memunculkan berbagai pertanyaan lainnya. Bagaimana dengan kurikulum atau capaian pembelajaran yang harus dikejar? Apa dampaknya terhadap jadwal ujian atau persiapan asesmen lainnya?
Dalam konteks pendidikan, libur panjang tanpa perencanaan matang bisa menjadi pedang bermata dua, yaitu peluang dan resiko.
Oleh sebab itu, wacana ini harus menjadi keputusan yang juga menyesuaikan dengan kebutuhan dan realitas zaman.
Ramadhan adalah bulan penuh berkah. mari pastikan berkah itu juga tercermin dalam kebijakan pendidikan yang kita dukung dan rasakan manfaat bersama.
Melihat situasi ketika tetap sekolah saat Ramadan
Ramadhan bulan suci yang penuh berkah selalu menjadi momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia termasuk di lingkungan pendidikan.
Kebijakan sekolah selama Ramadhan kerap menjadi sorotan mengingat pentingnya menyeimbangkan antara kegiatan belajar dan pembinaan spiritual siswa.
Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, sekolah telah menerapkan aturan yang mengakomodasi kedua hal tersebut dengan baik.
Yakni siswa dan guru tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar diselingi dengan pembinaan iman dan taqwa (IMTAQ) selama lebih kurang dua pekan.
Dalam pelaksanaannya, jadwal sekolah selama Ramadhan disesuaikan untuk memberikan kenyamanan bagi siswa dan guru yang menjalankan ibadah puasa.
Proses belajar dimulai pukul 07.30 pagi dan berakhir pada 10.30 WIB sehingga tetap ada waktu cukup untuk melaksanakan kegiatan, beribadah, dan menjaga kebugaran selama berpuasa.
Kegiatan sekolah tidak hanya berisi pembelajaran akademis tetapi juga dibarengi dengan pembinaan spiritual yang bermanfaat untuk memperkuat nilai-nilai keimanan siswa. Biasanya kegiatan IMTAQ dapat dilakukan di awal atau di akhir jam sekolah.
Selain waktu belajar yang lebih singkat maka waktu libur juga diatur cukup strategis. Siswa dan guru biasanya mendapatkan libur di awal Ramadhan untuk mempersiapkan diri menghadapi bulan suci ini serta menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Kebijakan ini telah berlangsung cukup lama dan menjadi rutinitas yang diterima baik oleh sekolah maupun masyarakat. mengingat efektivitasnya dalam menjaga keberlangsungan proses pendidikan tanpa mengabaikan pentingnya pembinaan spiritual.
Kegiatan pembinaan IMTAQ selama Ramadhan mulai dari kegiatan shalat Dhuha, ceramah agama, tadarus Al-Qur'an, hingga diskusi keagamaan dengan tema-tema yang relevan.
Oh iya, satu lagi selama Ramadhan siswa dibekali dengan Buku Amaliyah Ramadhan untuk memantau kegiatan ibadah yang mesti dibiasakan siswa sejak dini.
Sekolah, Libur Ramadan, dan Tantangan Dinamika Siswa
Jika sekolah diliburkan selama bulan Ramadhan lalu bagaimana siswa mengisi waktu di rumah. Di era digital seperti sekarang ketika anak-anak begitu akrab dengan gadget. Bila membiarkan mereka tanpa arahan yang jelas bisa berujung pada waktu yang terbuang sia-sia.
Pemerintah perlu merumuskan langkah konkret agar libur Ramadan benar-benar menjadi waktu yang bermakna dan bukan sekadar jeda dari rutinitas belajar.
Salah satu gagasan yang bisa diterapkan adalah memberikan target peningkatan spiritualisme siswa selama Ramadan.
Dorongan untuk lebih aktif beribadah, membaca Al-Qur'an, atau membantu orang tua di rumah.
Siswa dapat diarahkan untuk menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum pembentukan karakter. Dalam hal ini, libur sebulan penuh mungkin tidak menjadi masalah jika siswa didukung dengan program-program pembinaan jarak jauh yang berorientasi pada nilai-nilai agama dan moral.
Akan tetapi, jika tujuan utamanya tetap memastikan siswa menguasai materi pelajaran maka libur panjang ini bisa menjadi tantangan besar. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sempat menjadi andalan selama pandemi yang lalu belum sepenuhnya ideal untuk diterapkan kembali.
Kendala minimnya pendampingan dari orang tua ataupun tingkat konsentrasi siswa yang mudah teralihkan oleh hiburan berupa hp atau konten digital menjadi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan.
Ditambah lagi, wacana kembalinya Ujian Nasional semakin mempertegas pentingnya kesinambungan belajar selama Ramadhan.
Pasca pandemi, kualitas literasi dan numerasi siswa di Indonesia masih menjadi PR besar. Daya serap siswa terhadap materi pelajaran cenderung menurun. Bila kebijakan ini benar-benar diterapkan maka rencana jangka panjang harus segera dirumuskan.
Tidak hanya mencakup target pembelajaran tetapi juga pengembangan karakter dan keterampilan siswa.
Libur sekolah selama Ramadhan bisa menjadi peluang untuk menata ulang arah pendidikan asalkan dilandasi perencanaan yang matang.
Dengan sinergi antara pemerintah, sekolah, dan orangtua, maka selayaknya kita bisa menjadikan libur Ramadhan sebagai momentum transformasi pendidikan yang berkelanjutan.
Momentum untuk Bonding Orangtua dengan Anak
Libur sekolah selama Ramadhan jika diterapkan bisa menjadi peluang besar bagi orangtua untuk mempererat hubungan dengan anak.
Selama ini dalam keseharian orangtua seringkali disibukkan oleh pekerjaan dan tanggung jawab lainnya. Banyak orangtua merasa kesulitan meluangkan waktu berkualitas bersama anak.
Ramadhan dapat menjadi bulan yang istimewa untuk mengisi kekosongan itu guna menghadirkan kembali kehangatan keluarga yang mungkin selama ini terabaikan.
Tak jarang, anak-anak lebih dekat dengan gurunya selama 11 bulan di sekolah. Guru lah yang menemani belajar, membimbing menghadapi tantangan, dan menjadi teladan bagi siswa dalam banyak hal.
Jadi, Ramadan memberikan waktu sebulan penuh bagi orangtua untuk turut mendalami peran tersebut. Ini adalah kesempatan untuk memperbaiki kualitas hubungan yang mungkin sempat renggang.
Dengan mengisi hari-hari lewat aktivitas bersama yang bermakna seperti berbuka puasa bersama, salat berjamaah, hingga mengajarkan nilai-nilai dan pengetahuan agama secara langsung.
Ada pula contoh inspiratif dari sekolah yang selama libur panjang memberikan kegiatan untuk siswa berbasis pendampingan orangtua.
Hal ini ditujukan untuk mendorong keterlibatan orangtua secara aktif. maka dapat menjadi sarana pembelajaran sekaligus mempererat bonding dalam keluarga.
Namun, untuk memaksimalkan peluang ini orangtua perlu berkomitmen. Tantangan seperti kesibukan kerja atau minimnya waktu untuk quality time harus diatasi dengan pengelolaan waktu yang baik.
Jika selama ini banyak anak yang "lost control" karena kurangnya perhatian orangtua maka Ramadhan bisa menjadi titik balik.
Satu bulan penuh dijadikan peluang untuk kembali memahami kebutuhan emosional anak dan menjalin parenting yang lebih erat.
Wasana Kata
Wacana libur sekolah selama bulan Ramadhan tampak masih 50:50. Untuk itu harus benar-benar menemukan win-win solution sebelum dikeluarkan menjadi sebuah kebijakan.
Menghadapi wacana perubahan kebijakan libur sekolah di Ramadhan maka penting bagi semua pihak untuk tetap mengutamakan keseimbangan antara pendidikan dan pembinaan karakter generasi muda.
Dengan demikian, esensi Ramadhan sebagai bulan penuh keberkahan dapat dirasakan oleh siswa, guru, dan seluruh elemen masyarakat.
Sebagai masyarakat yang bijak, diskusi seputar wacana ini penting untuk terus digalakkan.
Ramadhan bukan hanya soal ibadah dan spiritualitas tetapi juga ibadah sosial berupa tanggung jawab kita semua dalam mendidik dan membimbing anak.
Inilah waktu untuk benar-benar hadir tak hanya secara fisik tetapi juga secara emosional bagi anak-anak yang kita cintai.
Dengan pendekatan yang tepat hendaknya libur Ramadhan dapat menjadi momen bermakna. Maka dengan pendekatan tersebut siswa tidak hanya mendapat ilmu akademik tetapi juga pengalaman spiritual yang memperkaya jiwa mereka.
Semuanya bertujuan menanamkan nilai-nilai moral dan keimanan yang akan terus melekat pada diri siswa. Dan bagi orangtua supaya menguatkan fondasi keluarga yang lebih harmonis.
Sedangkan bagi sekolah, seperti apapun kebijakan yang akan diputuskan oleh pemerintah maka sekolah atau guru-guru akan menunjukkan bagaimana sekolah mampu menjadi tempat untuk mencetak generasi yang cerdas secara intelektual dan juga tangguh secara spiritual.
Semoga ini bermanfaat.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengkaji Wacana Libur Sekolah Selama Ramadhan"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.