Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Billy Steven Kaitjily
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Billy Steven Kaitjily adalah seorang yang berprofesi sebagai Dosen. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Bagaimana Aktivitas Nelayan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke?

Kompas.com, 23 Februari 2025, 21:13 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pelabuhan Perikanan Muara Angke yang dikenal sebagai salah satu pusat kegiatan perikanan yang vital di Jakarta.

Pasalnya, pelabuhan tersebut merupakan berlabuhnya berbagai kapal nelayan yang beroperasi di perairan Indonesia.

Pada Jumat, 21 Februari 2025, saya bersama keponakan berkesempatan mengunjungi pelabuhan tersebut.

Kami tiba di lokasi sekitar pukul 16.27 WIB dan langsung disambut oleh aroma khas laut yang kuat.

Aroma ini, meskipun tajam, mencerminkan kehidupan sehari-hari para nelayan yang bergantung pada hasil laut untuk mata pencaharian mereka.

Saat melangkah menyusuri jembatan beton yang membentang di atas air, pandangan kami dipenuhi dengan aktivitas para nelayan yang sibuk dengan berbagai tugas mereka.

Salah satu pemandangan yang menarik perhatian kami adalah sebuah kapal motor cumi yang tengah berusaha sandar di jembatan.

Beberapa anak buah kapal (ABK) tampak bekerja keras, menarik tali kapal yang terikat di jembatan untuk mendekatkan kapal ke dermaga.

Proses sandar ini memerlukan koordinasi dan keterampilan tinggi, mengingat ukuran kapal dan arus laut yang dapat memengaruhi pergerakan.

Di atas jembatan, lalu lalang kendaraan bermotor seperti sepeda motor dan mobil pribadi menambah semarak suasana.

Menariknya, kendaraan-kendaraan ini bukan milik wisatawan, melainkan milik para ABK yang datang ke pelabuhan untuk memeriksa kondisi kapal mereka.

Kehadiran kendaraan pribadi ini menunjukkan betapa pentingnya pelabuhan ini sebagai pusat aktivitas ekonomi dan sosial bagi komunitas nelayan setempat.

Kami memutuskan untuk memarkir sepeda motor di ujung jembatan. Sebab dari posisi ini, kami mendapatkan pandangan yang lebih luas dan jelas terhadap deretan kapal yang berlabuh.

Kapal-kapal tersebut umumnya berukuran antara 30 hingga 50 Gross Tonnage (GT), menunjukkan kapasitas dan kemampuan mereka untuk berlayar jauh dan membawa hasil tangkapan dalam jumlah signifikan.

Meskipun sore itu tidak ada aktivitas bongkar muat ikan atau cumi, tumpukan keranjang kosong yang berjajar di sepanjang jembatan menjadi saksi bisu dari kesibukan yang biasanya terjadi di sini.

Keranjang-keranjang ini, yang nantinya akan diisi dengan hasil tangkapan, menunggu giliran untuk kembali digunakan dalam siklus penangkapan berikutnya.

Di tengah ketenangan sore itu, perhatian kami tertuju kepada sebuah kapal yang sedang sibuk memuat perbekalan.

Aktivitas ini menandakan persiapan untuk pelayaran panjang. Barang-barang seperti beras, mie instan, air mineral, dan kebutuhan pokok lainnya diangkut ke atas kapal dengan cermat.

Proses ini menunjukkan betapa pentingnya perencanaan dan persiapan matang sebelum memulai perjalanan di laut lepas.

Salah satu ABK yang kami ajak bicara mengungkapkan bahwa perjalanan menangkap cumi atau ikan biasanya memakan waktu antara empat hingga lima bulan, dengan tujuan perairan di Indonesia Timur.

Informasi ini menimbulkan rasa penasaran dalam diri saya mengenai alasan mereka memilih berlayar sejauh itu.

ABK tersebut menjelaskan bahwa perairan di Indonesia Barat sudah mengalami penurunan jumlah ikan, sehingga mereka harus mencari sumber daya laut yang lebih melimpah di wilayah timur.

Mendengar penjelasan tersebut, saya merenungkan betapa beratnya kehidupan para nelayan yang harus berlayar selama berbulan-bulan jauh dari keluarga dan kenyamanan daratan.

Mereka menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kondisi cuaca yang tidak menentu, keterbatasan fasilitas di atas kapal, hingga risiko kesehatan.

Ketahanan fisik dan mental menjadi kunci bagi para nelayan untuk dapat menjalani profesi ini dengan sukses.

Selain itu, kebutuhan akan perbekalan yang cukup selama pelayaran panjang menjadi aspek krusial. Kesalahan dalam perencanaan logistik dapat berakibat fatal, mengingat keterbatasan akses terhadap sumber daya di tengah laut.

Oleh karena itu, setiap detail harus diperhatikan dengan seksama sebelum kapal meninggalkan pelabuhan.

Hasil tangkapan para nelayan Muara Angke sangat beragam. Selain cumi-cumi, mereka juga menangkap ikan seperti cakalang, tuna, kembung, tongkol, dan lain-lain.

Keberagaman ini mencerminkan kekayaan hayati perairan Indonesia yang menjadi sumber penghidupan bagi banyak komunitas pesisir.

Ikan cakalang, bersama dengan tuna dan tongkol, memiliki peran penting dalam sektor perikanan tangkap di Indonesia.

Data menunjukkan bahwa produksi tangkap ikan cakalang dan tuna terus meningkat sejak tahun 2000 hingga 2015.

Bahkan, produksi ikan cakalang jauh lebih besar dibandingkan dengan tuna, menandakan tingginya permintaan dan nilai ekonomis dari komoditas ini.

Pelabuhan Perikanan Muara Angke tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan, tetapi juga sebagai pusat distribusi hasil laut ke berbagai wilayah.

Dari sini, ikan dan hasil laut lainnya didistribusikan ke pasar-pasar lokal di Jakarta dan sekitarnya, bahkan hingga ke luar daerah.

Peran strategis ini menjadikan Muara Angke sebagai salah satu tulang punggung perekonomian sektor perikanan di Indonesia.

Selain itu, pelabuhan ini juga menjadi tempat interaksi sosial bagi komunitas nelayan. Di sini, mereka berbagi informasi, pengalaman, dan saling membantu dalam berbagai aspek kehidupan.

Solidaritas dan kebersamaan menjadi nilai yang dijunjung tinggi, mengingat tantangan yang mereka hadapi di laut memerlukan dukungan satu sama lain.

Kunjungan singkat kami ke Pelabuhan Perikanan Muara Angke memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan dan perjuangan para nelayan.

Profesi yang sering kali dianggap biasa ini ternyata menyimpan berbagai cerita tentang ketekunan, keberanian, dan pengorbanan.

Mereka tidak hanya berperan sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai penjaga tradisi maritim yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Melalui pengalaman ini, saya semakin menghargai setiap hidangan laut yang tersaji di meja makan. Di balik setiap potongan ikan atau cumi, terdapat kerja keras dan dedikasi para nelayan yang rela menghadapi berbagai risiko demi memenuhi kebutuhan kita.

Semoga apresiasi dan dukungan terhadap mereka terus meningkat, seiring dengan kesadaran akan pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya laut untuk generasi mendatang.

Pelabuhan Perikanan Muara Angke adalah cerminan dari dinamika kehidupan maritim Indonesia. Di tempat ini, tradisi dan modernitas berpadu, menciptakan harmoni yang mendukung keberlangsungan sektor perikanan.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Melihat Lebih Dekat Aktivitas Nelayan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau