Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Masykur Mahmud
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Masykur Mahmud adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kompas.com - 19/11/2024, 12:21 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Ada seorang teman memilih bahasa Aceh sebagai bahasa pertama untuk berkomunikasi dengan anak. Alasannya, agar kakek dan nenek lebih mudah berinteraksi dengan cucu.

Sedangkan pada lain kesempatan, ada juga seorang sahabat lainnya yang membiasakan anak berbicara dalam bahasa Inggris. Keduanya setiap hari berinteraksi dalam bahasa Inggris, sementara istrinya menggunakan bahasa Indonesia. Kerjasama yang bagus!

Mulai banyak daerah yang terbiasa dengan bahasa Indonesia sejak kecil. Fenomena ini didorong oleh penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi utama di lingkungan sekolah.

Penggunaan bahasa Aceh, misalnya, didominasi oleh golongan paruh baya dan orangtua, sementara anak-anak dan remaja cenderung memakai bahasa Indonesia ketika berinteraksi antar sesama. 

Penggunaan bahasa Aceh di tingkat remaja semakin memudar. Faktor gengsi dan kurang percaya diri membuat generasi masa kini abai untuk menyeimbangkan antara bahasa nasional dan bahasa daerah

Persepsi orangtua akan masa depan anak merubah paradigma penggunaan bahasa daerah dalam rumah. Bahasa Indonesia sering dikaitkan dengan kemampuan akademik yang lebih baik dalam lingkup sekolah. 

Pun demikian, banyak pasangan muda juga kini terdorong mengenalkan bahasa Inggris pada anak. Sehingga, alternatif mengenalkan bahasa asing lebih dini secara tidak langsung melengserkan bahasa daerah di urutan terakhir.

Kenapa Bahasa Daerah Kurang Diminati?

Dalam konteks kekinian, menguasai bahasa daerah dianggap tidak lebih baik dibandingkan menguasai bahasa Indonesia dan Inggris. Pola pikir seperti ini terbentuk dari sudut pandang akademik dan finansial. 

Kita sering melihat anak-anak yang menguasai bahasa Indonesia lebih mudah mendalami pelajaran. Tentu saja ini benar jika dikaitkan dengan pengembangan diri anak dalam ranah akademik.

Sama halnya dengan sudut pandang penguasaan bahasa Inggris yang dianggap menguntungkan sisi finansial. Segelas kopi dengan menu "black coffee" terjual lebih mahal dibanding menu "kopi hitam". 

"Walaupun keduanya sama-sama kopi, nilai jual menu bahasa Inggris jauh lebih tinggi. Coba sesekali perhatikan menu di kafe dan warung makan, adakah sebagiannya tertulis dalam bahasa daerah?"

Masyarakat perlahan membangun sudut pandang berbeda akan kecenderungan berbahasa dalam rumah. Bahasa nasional menempati urutan teratas untuk dikuasai ketimbang bahasa daerah.

Hanya orangtua dengan kesadaran menjaga budaya dan tradisi yang masih berkeinginan untuk mempertahankan bahasa daerah. 

Sebagian lainnya memilih untuk berkomunikasi dengan dua bahasa sejak anak masih kecil.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kata Netizen
Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Kata Netizen
Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Kata Netizen
Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Kata Netizen
Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Kata Netizen
Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kata Netizen
Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Kata Netizen
Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kata Netizen
Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Kata Netizen
Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Kata Netizen
Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Kata Netizen
'Mindful Eating' di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

"Mindful Eating" di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau