Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Manfaat Membesarkan Anak secara Bilingual
Mengajarkan anak dua bahasa sekaligus memberi dampak positif pada otak. Kendall King dan Alison Mackey, penulis The Bilingual Edge, menuturkan jika anak yang dibiasakan menguasai dua bahasa memiliki kreativitas lebih baik.
Dalam ilmu Linguistics, ada istilah yang disebut metalinguistic awareness. Anak yang terbiasa besar dalam dua bahasa memiliki kemampuan menganalisa kata dan istilah lucu dengan sudut budaya dari kedua bahasa yang dikuasai.
Otak menghasilkan percikan berbeda saat seseorang menggunakan dua bahasa. Koneksi antar neuron menghasilkan percikan yang menyebabkan sisi kreatifitas menonjol pada anak yang terbiasa memakai dua bahasa.
Nah, menurunnya minat generasi muda mewariskan bahasa daerah pada anak adalah sebuah sikap yang merugikan perkembangan otak.
Jika bahasa daerah ditempatkan pada posisi terakhir, maka warisan literasi dalam bahasa daerah berikut adat istiadat akan punah dengan sendirinya.
Istilah-istilah penting berbentuk pepatah, falsafah, dan nasehat dalam bahasa daerah tidak lagi dipahami oleh generasi penerus. Akibatnya, warisan leluhur dalam bentuk literasi tereliminasi digantikan istilah asing.
Sebagai contoh, dalam budaya Aceh dikenal hadih maja yang melahirkan nasehat bijak. Banyak pelajaran hidup terwakilkan dalam hikayat hadih maja, namun generasi muda sulit menafsirkan makna di dalamnya.
Bukankah itu sebuah kerugian besar?
Bahasa daerah semestinya diposisikan sederajat dengan bahasa nasional. Terlepas mana yang harus diajarkan terlebih dahulu, keduanya perlu diwariskan pada anak sejak usia kecil.
"Mengajari anak dua bahasa sekaligus memberi manfaat besar. Selain kemampuan kognitif lebih baik, mewariskan bahasa daerah pada anak adalah upaya untuk mempertahankan kultur dan literasi masa lalu."
Saat sesi mengajar, saya sesekali sengaja menggunakan candaan dalam bahasa daerah. Siswa yang tidak menguasai bahasa Aceh sulit menerka makna kalimat yang saya gunakan. Padahal, mereka lahir dan besar di Aceh.
Saya mencoba menggali alasan kenapa mereka tidak bisa berbahasa Aceh. Sebagian besar mengakui jika dalam rumah mereka tidak menggunakan bahasa Aceh. Jelas saja mereka tidak menganggap perlu untuk menguasai bahasa daerah.
Kenalkan Bahasa Daerah pada Anak
ndonesia memiliki 720 bahasa daerah yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Secara statistik, Indonesia adalah negara kedua dengan bahasa daerah terbanyak setelah Papua Nugini.