Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Masykur Mahmud
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Masykur Mahmud adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kompas.com - 19/11/2024, 12:21 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Data dari Languages of The World mempublikasikan fakta jika 40% bahasa di Dunia terancam punah (endangered). Penutur asli dari setiap bahasa menurun drastis setiap tahunnya. Diprediksi hanya terdapat seribu pengguna suatu bahasa. Ini bermakna persentase penutur asli sangat kecil. 

Lantas, kenapa bahasa daerah tidak lagi menarik untuk diwariskan ke generasi penerus?

Kemampuan berbahasa tidak datang dengan sendirinya. Ketertarikan untuk mempelajari bahasa daerah erat kaitannya dengan stimulasi dari dalam rumah.

Orangtua mempunyai andil besar untuk mempertahankan bahasa daerah dalam rumah tangga. Mengenalkan bahasa daerah pada anak memberi keleluasaan bagi mereka untuk mendalami banyak hal baru.

Language is a tool!. 

Bayangkan bagaimana nasib sebuah daerah tanpa penutur asli. Kajian-kajian literasi tenggelam, hikayat dan nasehat leluhur terkubur selamanya. 

Padahal, Indonesia besar karena keberagaman sejarah yang hadir dari setiap bahasa daerah. Sayangnya, pemerintah pusat terkesan bersikap abai untuk mempertahankan bahasa daerah. 

Keberagaman Indonesia sejatinya alat pemersatu bangsa. Bahasa daerah melahirkan kebudayaan dengan nilai-nilai kaya akan adat istiadat.

Berkurangnya penutur asli suatu bahasa juga bermakna menghilangnya nilai kebudayaan. Dengan demikian, kajian literasi kebudayaan daerah bisa dengan mudah tergantikan kajian kebudayaan luar atau bahkan asing.

Pemerintah melalui kementerian pariwisata harus mendesain kajian literasi daerah bagi generasi muda. Nilai-nilai unik budaya dan adat istiadat sewajarnya dihadirkan dalam bahasa daerah di tempat-tempat strategis. 

Cara lainnya adalah dengan menghidupkan kembali buku-buku berbahasa daerah. Dalam skala terkecil, kurikulum nasional diharapkan memberi ruang pada setiap bahasa daerah.

Siswa-siswa di sekolah diajak untuk berbahasa daerah sekali dalam seminggu. Khusus pada hari itu, siswa diajarkan budaya dan adat istiadat setempat.

Penulis berbakat di setiap daerah sebaiknya menghasilkan beberapa buku setiap tahunnya. Buku-buku ini ditulis dalam bahasa daerah dengan kaedah tata bahasa yang sudah disetujui oleh ahli bahasa daerah.

Khususnya buku-buku cerita anak dengan nilai-nilai adat istiadat wajib untuk dituliskan dalam bahasa daerah. Lalu, orangtua membacakan cerita dalam bahasa daerah pada hari-hari tertentu.

Jika ini dijalankan dan didesain dengan konsep yang terukur, bukan mustahil jumlah penutur asli bahasa daerah kembali meningkat. Kekayaan bahasa adalah aset tak terhingga bagi keberlangsungan suatu budaya. 

Apakah harus menunggu terlalu lama untuk bertindak? mulailah dari dalam rumah dengan menghidupkan kembali bahasa daerah!

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Revitalisasi Bahasa Daerah yang Terancam Punah, Bagaimana Peran Pemerintah?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Kata Netizen
Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kata Netizen
Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Kata Netizen
'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau