Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dokter Andri Psikiater
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Dokter Andri Psikiater adalah seorang yang berprofesi sebagai Dokter. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Seringnya Kita Mengabaikan Ancaman Depresi

Kompas.com - 13/10/2022, 13:09 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Berdasarkan data WHO, orang-orang di berbagai negara dengan tingkat pendapatan beragam yang mengalami depresi seringkali idak terdiagnosis dengan benar.

Bahkan yang disayangkan orang tanpa gangguan depresi sangat sering salah didiagnosis dan diresepkan antidepresan.

Beban depresi dan kondisi kesehatan mental lainnya meningkat secara global. Resolusi WHO yang disahkan pada Mei 2013 telah menyerukan respons komprehensif dan terkoordinasi terhadap gangguan mental di tingkat negara. Sayangnya tidak semua negara mampu mengejewantahkan resolusi ini .

Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

WHO pernah menyerukan kampanye untuk mengatasi masalah depresi di Hari Kesehatan Sedunia tahun 2017 dengan mengusung tema "Depression: Let's Talk".

Kampanye ini menyerukan kepada semua orang yang merasa memiliki gejala depresi untuk mau membicarakan mengenai masalahnya tersebut.

Dalam kampanye ini juga orang-orang diimbau untuk lebih memahami pasien yang mengalami depresi dan tidak menghakiminya dan memberikan saran terlalu dini bahwa semua kondisi perasaan tersebut pasti akan segera berlalu.

Stigma soal gangguan jiwa terutama depresi masih menjadi masalah di banyak negara termasuk Indonesia. Pasien depresi sering disalahartikan hanya mencari perhatian atau "baperan".

Tentu mencari perhatian atau “baperan” dengan yang benar-benar mengalami depresi adalah dua hal yang sangat berbeda.

Sekali lagi, depresi adalah kondisi medis yang biasanya ditandai oleh kesedihan secara terus-menerus selama lebih dari dua minggu yang tentunya memerlukan bantuan dan pertolongan.

Jika kita lebih sadar dengan keadaan ini tentunya akan jauh lebih baik untuk kita memahami orang yang mengalami depresi.

Sayangnya kita sering kali terlalu mudah menyimpulkan kondisi yang seolah-olah kita pahami tersebut.

Menjadi pendengar yang baik adalah salah satu cara yang bisa dilakukan. Kita cukup mendengar saja. Karena biasanya orang yang mengalami depresi sering kali merasa lebih ringan bebannya hanya dengan bercerita tanpa perlu diberikan nasihat terlalu dini.

Tidak memberikan nasihat yang terlalu cepat atau bahkan bersikap menyalahkan atau menghakimi. Cukup dengarkan saja karena dengan mendengarkan saja itu sudah sangat membantu orang yang mengalami depresi.

Sayangnya, sering kali kita kesulitan menjadi pendengar yang baik dan lebih senang mendengarkan suara kita sendiri.

Sikap yang menghakimi sering kali menghambat proses pengenalan depresi di lingkungan terdekat kita.

Saat orang yang depresi mau bercerita namun mendapatkan tanggapan yang tidak enak, maka dia akan berhenti bercerita dan menyimpan semuanya sendiri sampai akhir hayatnya yang kadang dia jemput sendiri.

Semoga tulisan ini bisa membantu kita sama-sama memahami tentang ancaman depresi. Saya, anda dan kita semua bisa mengalami depresi.

Kenali gejala depresi dan mulailah menjadi pendengar yang baik untuk orang-orang yang membutuhkan kita.

Salam Sehat Jiwa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kata Netizen
Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Kata Netizen
Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Kata Netizen
Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Kata Netizen
Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Kata Netizen
Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kata Netizen
Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Kata Netizen
Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kata Netizen
Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Kata Netizen
Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Kata Netizen
Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Kata Netizen
'Mindful Eating' di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

"Mindful Eating" di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau