Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Teguh Ari Prianto
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Teguh Ari Prianto adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pesantren dan Segala Lika-liku Pendidikan Santri di Indonesia

Kompas.com, 30 Oktober 2022, 11:25 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pesantren dan Liku-liku Pendidikan Santri"

Beberapa waktu belakangan saya mendapat banyak cerita mengenai dunia pesantren dan santri yang mengiringi Hari Santri 2022.

Suatu waktu seorang kenalan yang berprofesi sebagai pengacara mendapat tugas mendampingi terdakwa tindak pidana asusila seorang pengelola pesantren di Bandung yang sempat viral.

Tugasnya adalah mengawal terdakwa yang diancam vonis hukuman mati akibat ulahnya kepada seorang santri perempuan hingga menimbulkan kerugian materi dan imateri bagi korban dan keluarga korban.

Cerita kawan lain yang mengungkapkan bahwa ia yang begitu sabar dan sedih melihat sikap anaknya yang berusia belasan tahun namun kerap menghukum orangtua dan anggota keluarga lain di rumah.

Alasannya karena sang anak kecewa dengan aktivitas anggota keluarga di tempatnya tinggal tidak sesuai dengan pengetahuan yang ia peroleh selama jadi santri di sebuah pesantren.

Karena bingung harus berbuat apa, orangtua anak tersebut akhirnya memilih untuk mengeluarkannya dari pesantren dan mengambil alih pendampingan belajar sendiri karena ia khawatir akan masa depan kehidupan anaknya.

Berbagai peristiwa yang saya lihat dan dengar tersebut merupakan sisi lain kehidupan pesantren yang mewarnai momen Hari Santri 2022.

Sayangnya berbagai fenomena tersebut mungkin tak terekspose media dan hanya beredar di kalangan orangtua santri saja.

Ini menjadi ironi dan disayangkan banyak masyarakat, pasalnya fenomena yang membayangi pesantren ini terjadi di tengah gencarnya usaha pemerintah dalam menjadikan pesantren sebagai lembaga pendidikan unggulan berbasis agama.

Sukses Anak di Pesantren adalah Tanggung Jawab Bersama

Keputusan menitipkan anak di pesantren adalah keputusan mulia. Ketika anak masuk pesantren tentu harapannya masa depan sang anak lebih terjamin dengan bekal pengetahuan dasar berbasis agama yang didapatnya.

Ditambah lagi predikat santri masih dipandang sebagai sebuah hal yang membanggakan bagi orangtua. Selain itu seorang santri masih dipandang akan mampu menjadi sosok penerus cita-cita kehidupan beragama suatu masyarakat tertentu.

Akan tetapi untuk mewujudkan harapan tersebut, keluarga terutama orangtua harus terus mendampingi dan mendukung di balik proses dan keberhasilam santri.

Selain keluarga dan orangtua, masyarakat juga mesti berperan sebagai support system pesantren. Dengan keikutsertaan dan keterlibatan keluarga dan masyarakat akan menunjang lahirnya kualitas generasi mendatang sesuai harapan.

Setelah penetapan pesantren sebagai lembaga pendidikan unggul berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, usaha lanjutan kita semua adalah mewujudkan pesantren berdasarkan fungsinya yaitu menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan pemeberdayaan masyarakat.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau