Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Trim
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bambang Trim adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pameran Buku Indonesia: Riwayatmu Kini

Kompas.com, 22 November 2022, 14:06 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Bazar buku internasional itu kemudian dibanjiri oleh pengunjung yang dianggap sudah jenuh dengan pameran buku ala Indonesia.

Sejarah Pameran Buku di Indonesia

Di Jakarta, IKAPI DKI masih bertahan dengan tradisi Islamic Book Fair sebagai pameran buku yang selalu disesaki pengunjung.

Di Yogyakarta muncul pameran buku Patjar Merah yang unik sehingga menyegarkan penyelenggaraan pameran buku selama ini.

Di Bandung, IKAPI Jabar yang menguasai tradisi pameran buku masih tidak mampu beranjak dari pola lama sehingga ketika Covid-19 melanda, praktis tak ada lagi pameran buku. IKAPI Pusat mempertahankan IIBF juga dengan tertatih karena sempat tak berkutik diempas badai Covid-19.

Dari sini timbul pertanyaan, apakah tradisi pameran buku di Indonesia masih akan menarik bagi para pengunjung terutama pengunjung milenial dan Gen Z?

Saya beryakinan tradisi ini masih akan memikat dengan sentuhan kreatif karena bagaimana pun dunia buku juga melahirkan selebritas-selebritas yang selalu memancing banyak orang untuk datang.

Dalam sejarahnya di Nusantara, buku selalu menjadi magnet bagi banyak orang karena ada banyak "misteri" di balik kelahiran sebuah buku.

Oleh karenanya, pameran buku lah yang akan menjadi pintu untuk membuka misteri-misteri itu dan jendela untuk sekadar melongok kemeriahan gagasan yang dituliskan.

Sejarah pameran buku di Indonesia tercatat sudah berlangsung lama. Pada tahun 1953 tercatat pernah ada pameran buku akbar yang diprakarsai oleh Tjoe Wie Tay (Haji Masagung), pendiri Toko Buku dan Penerbit Gunung Agung.

Setahun setelahnya, tahun 1954 Tjoe Wie Tay kembali menggelar Pekan Buku Indonesia yang pada waktu itu dihadiri oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Dari itu, Tjoe Wie Tay diminta menggelar pameran buku di Medan tahun 1954 ketika berlangsung perhelatan Kongres Bahasa Indonesia.

Dari beberapa pameran yang diadakan tersebut, maka bisa dibilang bahwa Tjoe Wie Tay dan Gunung Agung merupakan perintis pameran buku Indonesia pertama setelah kemerdekaan.

Walaupun kini Toko Gunung Agung sudah rontok oleh zaman dan kita hanya bisa melihat tempat ia pertama kali didirikan, yaitu di Kwitang, Jakarta Pusat.

Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (2000, hlm. 186-216) mengisahkan kepada anaknya bahwa ia bertemu dengan ibunya pada saat Pekan Buku Indonesia 1954. Sang ibu, Maemunah Thamrin, menjadi salah seorang penjaga stan di pameran buku itu.

"Untuk pertama aku melihat ibumu dalam bulan Oktober atau Nopember 1954 di Pekan Buku, diselenggarakan oleh perusahaan buku Gunung Agung. Ibumu menjaga salah sebuah stand," begitu tulis Pram.

Perjumpaan jodoh itu disebut-sebut mengubah hidup Pram yang terpuruk. Ternyata pameran buku menyisipkan banyak kisah bagi para penulis, termasuk Pramoedya Ananta Toer.

Bagi saya pribadi, pameran buku juga banyak menyisipkan kisah di balik karier saya di dunia perbukuan.

Apa kabar pameran buku? Dikau selalu memantik rindu.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Kata Netizen
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Kata Netizen
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Kata Netizen
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Kata Netizen
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Kata Netizen
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Kata Netizen
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Kata Netizen
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Kata Netizen
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Kata Netizen
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Kata Netizen
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Kata Netizen
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Kata Netizen
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Kata Netizen
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Kata Netizen
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau