Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
hendra setiawan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama hendra setiawan adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Fenomena Childfree: Pilihan Bebas yang Tidak Bebas Nilai

Kompas.com - 09/02/2023, 22:12 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Beda halnya dengan situasi yang “menempatkan” mereka pada posisi tidak bisa memiliki anak karena takdir atau biasa disebut childless.

Artinya, mereka tidak memiliki anak karena berada di “garis yang mesti dijalani”, sementara childfree ada di “garis lain” yang menjadi jalan hidup.

Jadi, mereka yang childless ini sebenarnya bisa saja mengelak dari keadaan tersebut dengan biasanya mengadopsi anak sebagai opsi jika mereka dinyatakan secara medis tidak bisa memiliki keturunan sendiri.

Kembali ke childfree. Banyak pemicu yang bisa membuat orang atau pasangan memilih untuk childfree. Misalnya, disebabkan oleh trauma akan pengalaman masa kecil, sikap pribadi, atau karena pengamatan pada orang lain yang memiliki anak.

Dari berbagai kumpulan pengalaman yang dirasakan ini bisa membuat seseorang berkeyakinan bahwa suatu hari ia tidak ingin memiliki anak karena tak ingin anaknya memiliki pengalaman serupa dengannya.

Jika orang seperti ini dipertemukan dengan pasangan yang memiliki pemikiran serupa, maka kemungkinan untuk memilih childfree bisa jadi akan terasa masuk akal dan bisa diterima dengan mudah.

Kalau pun misanya ada faktor lain seperti soal finansial atau kebutuhan hidup anak yang jumlahnya tak sedikit, barangkali itu menjadi alasan kesekian, bukan alasan utama.

Selain itu pemicu lainnya adalah alasan lingkungan, faktor bumi yang semakin hari semakin tidak sehat, populasi makin banyak dan menyesakkan, serta polusi di mana-mana.

Childfree Pilihan Tabu di Masyarakat

Kebanyakan masyarakat Indonesia masih meyakini bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita demi membentuk keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Perkawinan secara sosial juga bukan hanya mempersatukan dua insan ke dalam ikatan keluarga yang baru. Namun juga mempertemukan dua keluarga dari masing-masing calon.

Maka dari itu, ketika pasangan suami istri ini memutuskan untuk childfree tentu akan mendapat respons dari dua pihak keluarga besar.

Jika pilihan childfree bisa diterima oleh masing-masing orangtua dari kedua belah pihak, pilihan childfree tak akan menjadi soal.

Lain halnya bila ada salah satu pihak dari kedua orangtua ini yang menginginkan cucu, tentu pilihan childfree akan menjadi masalah.

Di tengah keyakinan masyarakat yang menganggap keluarga itu terdiri dari ayah, ibu, dan anak, memilih childfree akan dianggap sebagai pilihan yang salah, tidak normal, bahkan bisa saja dinilai menentang atau tidak bertanggung jawab pada hukum perkawinan.

Dengan memilih childfree mereka dianggap menentang stereotipe di masyarakat bahwa wanita dalam berumah tangga sejatinya hanya dipersiapkan untuk hamil, melahirkan, dan merawat anak. Sementara laki-laki diharapkan dapat berperan sebagai kepala keluarga bagi istri dan anaknya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau