Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Menurut Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati, kebijakan “pemaksaan” tersebut perlu diterbitkan. Hal ini menjadi penting mengingat masih banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi di Jakarta.
Padahal menurut Adita, Jakarta telah memiliki transportasi umum yang sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat seperti MRT dan KRL.
Mungkin, seccara fungsi, KRL dan MRT sudah bisa dibilang cukup untuk memenuhi kebutuhan transportasi publik di Jakarta.
Namun, jika dibandingkan dengan MRT, KRL masih memiliki satu masalah mendasar yang belum bisa dipenuhi hingga saat ini, yakni kenyamanan dan keamanan.
Pada jam-jam tertentu, kepadatan penumpang masih kerap terjadi yang mengakibatkan penumpang berdesakkan, misalnya di Stasiun Manggarai.
Situasi kepadatan di Stasiun Manggarai ini mulai terjadi dan kian parah sejak diberlakukannya sistem Switch Over ke-5 (SO-5).
Sejak saat itu mulai banyak pengguna KRL yang melayangkan keluhan atas kepadatan di Stasiun Manggarai ini.
Salah satu keluhan yang kerap diajukan adalah keluhan dari penumpang jalur Bogor yang harus transit di Stasiun Manggarai dan berganti ke jalur Cikarang/Bekasi-Angke.
Ketika proses transit ini, penumpang mengeluhkan selisih waktu antarkedatangan kereta yang terlalu lama. Hal ini lah yang dituding menjadi penyebab utama penumpukan penumpang di Stasiun Manggarai.
Apalagi di KRL juga masih kerap ditemui kasus pencopetan dan pelecehan seksual dengan memanfaatkan padatnya penumpang di peron maupun di dalam gerbong kereta.
Bahkan, baru-baru ini tersiar kabar bahwa ada seorang karyawan yang memilih untuk berhenti bekerja demi tak lagi mengalami padatnya Stasiun Manggarai.
Meski sudah banyak keluhan yang diajukan soal ketidaknyamanan Stasiun Manggarai, namun belum ada upaya signifikan yang dilakukan oleh pemangku kebijakan untuk menangani masalah ini.
Satu upaya yang akan dilakukan oleh KCI dalam rangka mengatasi kepadatan ini adalah dengan menambah 31 perjalanan kereta pengumpan (feeder).
Nah, lantas apa sebabnya kemacetan masih saja terjadi meski transportasi umum Jakarta sudah cukup bagus?
Jawaban yang mungkin cocok adalah kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pemanfaatan transportasi umum itu sendiri.