Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mahéng
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Mahéng adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Alasan Pindah Kewarganegaraan: Dari Politik, Rasisme, hingga Ekonomi

Kompas.com - 22/07/2023, 10:18 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Mau sampai kapan kamu hanya mencari jalan keluar termudah dan meninggalkan keluarga sendiri dalam keadaan terluka?

Apakah kamu yakin di keluarga yang baru tidak akan ada masalah? Tidak akan ada luka?

Terkait pernyataannya, saya mengakui memang benar ketika terdapat masalah apalagi masalah tersebut kecil dalam keluarga kita, kita bisa menyelesaikannya secara kekeluargaan.

Akan tetapi, ketika terdapat masalah yang besar, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), maka opsi penyelesaian seperti bercerai perlu juga dipertimbangkan.

Sebab, ketika kita tahu namun membiarkan kekerasan terjadi dalam keluarga, itu bisa berdampak negatif pada kondisi psikis dan fisik anggota keluarga yang mengalaminya.

Hal yang sama juga dialami oleh para diaspora yang enggan kembali ke negara asalnya setelah memutuskan untuk pindah kewarganegaraan. Sebab, mungkin mereka sudah sangat lelah dengan berbagai kekerasan yang mereka alami di dalam keluarga (baca: negara) mereka sendiri.

Pelakuan diskriminasi dan rasis yang mereka alami, kesulitan yang disebabkan hanya karena perbedaan pandangan/pilihan politik, kesenjangan gender, serta tak dimungkiri ada juga faktor ekonomi, akan memicu hasrat kuat seseorang untuk berpindah kewarganegaraan.

Namun, sekali lagi, tidak tepat bisa kita menyimpulkan banyak orang yang pindah kewarganegaraan hanya karena faktor ekonomi semata. Sebab ada istilah high income is often accompanied by high living expenses.

Adalah hal yang sangat wajar ketika kita sudah jengah dan tidak lagi sanggup hidup di lingkungan yang toxic, kita memilih untuk pindah ke lingkungan baru yang lebih sehat agar kita tetap menjadi seorang yang waras.

Membaca ulasan saya tadi, mungkin Kirana Larasati akan bertanya, mengapa kita tidak memilih untuk memperbaiki keadaan rumah atau keluarga kita yang mengalami kerusakan? Mengapa kita justru memilih untuk melarikan diri ke tempat/keluarga lain?

Satu hal yang pasti, untuk memperbaiki sesuatu yang sudah rusak terlalu parah, akan membutuhkan biaya perbaikan yang sangat mahal. Dan tentu tidak semua orang mampu menanggung biaya perbaikan tersebut.

Oleh karenanya, banyak orang lebih memilih untuk membeli sesuatu yang baru dan akan memberikan kenyamanan saat digunakan, ketimbang harus memperbaiki yang rusak dengan biaya mahal dan belum tentu bisa memberikan kenyamanan.

Contoh lainnya bisa dilihat pada kasus Ricky Elson. Ricky telah lama menunggu izin untuk mobil listrik buatannya bersama Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dia berharap mobil listrik bernama Selo dan Gendhis itu dapat menjadi inspirasi bagi lahirnya mobil listrik buatan anak negeri.

Namun sayang, izin untuk mobil listrik itu tak kunjung keluar. Bahkan terkesan hanya digantung oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) saat itu.

Jika sudah begitu, memang sebaiknya diaspora dengan talenta hebat tidak perlu pulang. Lebih baik mereka mengabdi di mana pun mereka berada agar dapat memberikan manfaat bagi seluruh umat manusia, bukan hanya untuk masyarakat Indonesia saja.

Last but not least, banyak yang mengkhawatirkan fenomena ini sebagai brain drain. Brain drain adalah perpindahan kaum intelektual, ilmuwan, dan cendekiawan dari negeri asal mereka dan menetap di luar negeri.

Saya yakin, jika para talenta hebat ini diberikan ruang, dihargai, dan tanpa diskriminasi, bahkan rasisme, mereka akan kembali ke pelukan Ibu Pertiwi.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menyingkap Kompleksitas Keputusan Pindah Kewarganegaraan: Politik, Rasisme, Gender, dan Ekonomi"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Kata Netizen
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kata Netizen
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Kata Netizen
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Kata Netizen
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Kata Netizen
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Kata Netizen
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Kata Netizen
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Kata Netizen
Adakah Cara biar Adil Memberi Nafkah ke Orangtua?
Adakah Cara biar Adil Memberi Nafkah ke Orangtua?
Kata Netizen
Peran Komunitas Jaga Pariwisata di Pulau Merak Besar
Peran Komunitas Jaga Pariwisata di Pulau Merak Besar
Kata Netizen
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
Kata Netizen
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Kata Netizen
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Kata Netizen
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Kata Netizen
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau