Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ketika ada orang yang memutuskan untuk pindah kewarganegaraan, bukan berarti orang tersebut benci atau kecewa dengan negara asalnya, Indonesia.
Sebab, banyak dari mereka yang tetap peduli dengan segala sesuatu yang terjadi di Tanah Air.
Lagipula, ada sangat banyak alasan yang begitu kompleks ketika seseorang memilih untuk pindah dan berganti kewarganegaraan.
Meski begitu, sebelum kita menduga-duga lebih jauh lagi, ada baiknya kita secara komprehensif mendefinikan dulu apa yang dimaksud dengan nationality (kebangsaan) dan citizenship (kewarganegaraan) agar diskusi yang dilakukan tetap berada pada frekuensi yang sama.
Hal yang perlu dipahami terlebih dahulu adalah ada perbedaan yang jelas antara “kebangsaan” dan “kewarganegaraan”
Istilah “kebangsaan” (nationality) merujuk pada identitas kebangsaan seseorang yang biasanya didasarkan pada faktor-faktor seperti keturunan, atau ikatan budaya dengan suatu bangsa tertentu.
Artinya, kebangsaan bersifat kodrati, yang dimiliki seseorang sebagai pemberian dari Tuhan, dan hampir mustahil untuk berubah atau ditukar.
Sementara itu kewarganegaraan (citizenship) lebih mengacu kepada status hukum yang diberikan oleh negara kepada individu sebagai anggota resmi dari negara tersebut.
Seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan melalui berbagai cara, seperti proses naturalisasi, pekerjaan, atau melalui ikatan perkawinan dengan seorang warga negara tertentu.
Sebagai contoh, jika Anda memiliki pasangan yang tinggal di Prancis dan memilih untuk menikah serta meneta di sana, kemungkinan besar kamu akan lebih mudah memperoleh kewarganegaraan Prancis.
Akan tetapi, walau Anda sudah mendapatkan status kewarganegaraan Prancis, status kebangsaan Anda tetaplah Indonesia.
Seperti yang sudah disinggung, ada banyak sekali alasan yang begitu kompleks soal mengapa seseorang memutuskan untuk berganti kewarganegaraan.
Tak menutup kemungkinan, salah satu alasan yang memicunya bersifat sangat personal, seperti dalam contoh pernikahan tadi.
Di kehidupan sehari-hari kita pasti pernah mendengar seseorang mengatakan ingin pindah negara karena alasan aturan di negara tempatnya tinggal tak jelas, masyarakatnya yang tak disiplin, pejabat setempat yang hobi korupsi, dan lain-lain.
Namun, ketika memutuskan untuk pindah kewarganegaraan, tidak bisa diputuskan hanya karena alasan-alasan seperti itu saja.
Supriadi, seorang diaspora yang saya kenal dan tinggal di Rusia menuturkan bahwa tidak semua orang yang berpindah kewarganegaraan melakukannya karena alasan ekonomi.
Menurutnya, tak sedikit orang kayak di Indonesia yang memilih untuk berpindah kewarganegaraan dengan alasan mereka sering mendapat diskriminasi dan perlakuan rasis dari negara asalnya.
Terutama karena orang-orang ini merupakan warga keturunan Tionghoa.
Ketika individu mengalami diskriminasi dan perlakukan rasis, maka akan berdampak negatif padanya serta masyarakat di tempat itu seara keseluruhan.
Perlakuan diskriminasi dan rasis tak hanya terbatas pada ras tertentu, melainkan juga pada jenis kelamin tertentu. Terutama pada perempuan.