Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergman Siahaan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bergman Siahaan adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Optimalnya Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan di New Zealand

Kompas.com - 30/08/2023, 16:00 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Situs Worldometer menunjukkan angka 33,2 juta ton untuk CO2 yang dihasilkan NZ selama tahun 2016[3]. Angka ini masih di bawah negara-negara berpenduduk setara (4-5 juta jiwa) yang "peduli emisi" seperti Denmark, Irlandia, Norwegia, dan Singapura.

Perbandingan kontrasnya, Kuwait dan Qatar yang berpenduduk 3,9 juta dan 2,6 juta saja menghasilkan sekitar 100 juta ton CO2 per tahun.

Pemerintah menyediakan listrik untuk kemakmuran rakyatnya. Memberikan hak distribusi kepada swasta juga untuk kesejahteraan rakyat.

Pemerintah NZ menargetkan angka 90% pada tahun 2025[4]. Untuk mencapai target ini, berbagai kebijakan pun diambil, seperti memudahkan investasi di sektor energi terbarukan, memperketat pembatasan emisi perusahaan dan menukarnya dengan investasi di bidang kelistrikan, memperbaiki manajemen kelistrikan, serta mengeksplorasi dan memelihara sumber-sumber energi terbarukan.

Sebagai catatan, air telah menyokong listrik di NZ selama kurang lebih 100 tahun terakhir[5]. Pembangkit listrik tenaga air telah menghasilkan 56% dari seluruh listrik New Zealand. Tenaga panas bumi menyuplai 15%, tenaga angin 5%, dan bioenergi 1%.

NZ, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi telah dikembangkan sejak tahun 1958 dan itu merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi kedua di dunia[6].

Kemudian disusul oleh Pembangkit listrik tenaga angin yang dibuka pada tahun 1997. Air, panas bumi, dan angin memang sumber daya alam yang banyak terdapat di New Zealand.

Kondisi NZ sebenarnya mirip dengan Indonesia, terdapat banyak air dan panas bumi karena NZ juga merupakan daerah yang masuk kawasan cincin api.

Selain untuk kebutuhan energi listrik, keberadaan turbin-turbin di ladang angin (wind farm) juga menjadi daya tarik wisata. Keberadaannya di atas bukit-bukit New Zealand menarik untuk dilihat dan diabadikan dengan kamera. Kombinasi turbin-turbin dengan peternakan menjadi potret ikonik di NZ.

Ketersediaan bahan bakar fosil di perut bumi terbatas, pun jika disedot terus-menerus akan merusak keseimbangan bumi. Ada sumber energi yang terus bisa terbarukan dan ramah lingkungan. Itulah yang dimaksimalkan penggunaannya.

Referensi

[1] Shen, D., & Yang, Q. (2012). Electricity market regulatory reform and competition -- case study of the New Zealand electricity market. in Wu, Y., X. Shi, and F. Kimura (eds.), Energy Market Integration in East Asia: Theories, Electricity Sector and Subsidies, ERIA Research Project Report 2011-17, Jakarta: ERIA, pp.103-139.

[2] Distribution of electricity generation in New Zealand in 2020, by source. (2022, 7 Maret). In Statista. www.statista.com

[3] CO2 emmissions by country. (2022, 28 Maret). In Worldometer. www.worldometers.info

[4] New Zealand Energy Strategy 2011-2021. (2011). The New Zealand Ministry of Eonomic Development. www.mbie.govt.nz

[5] Electricity statistics. (2022, 7 Maret). Ministry of Business, Innovation & Employment. www.mbie.govt.nz

[6] Geothermal energy generation. (2002, 27 Maret). New Zealand Ministry of Business, Innovation & Employment. www.mbie.govt.nz

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menilik Listrik Kompetitif dan Terbarukan di New Zealand"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kini Naik Bus dari Bogor ke Jakarta Kurang dari 'Goceng'
Kini Naik Bus dari Bogor ke Jakarta Kurang dari "Goceng"
Kata Netizen
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Kata Netizen
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Kata Netizen
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Kata Netizen
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Kata Netizen
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Kata Netizen
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Kata Netizen
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Kata Netizen
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Kata Netizen
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Kata Netizen
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Kata Netizen
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Kata Netizen
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Kata Netizen
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Kata Netizen
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau