Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Menurut berbagai catatan, acara potong pita saat peresmian adalah kegiatan bersejarah dari tahun 1900-an yang bermakna menjunjung tinggi permulaan sesuatu yang baru dengan cara sederhana.
Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan gimmick biometrik “jadi-jadian” yang mengesankan kemewahan, kecanggihan, keampuhan teknologi, akan tetapi di saat yang sama ternyata apa yang dilihat tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan malah “membohongi” diri sendiri serta banyak orang lainnya.
Kemudian, biometrik “jadi-jadian” ini juga memunculkan kesan negatif pada yang menyaksikan karena akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem dan semua kemudahan layanan berbasis teknologi yang ditawarkan dan dipromosikan oleh berbagai instansi.
Di zaman yang serba modern ini, melakukan gimmick semacam itu malah membuktikan bahwa banyak dari kita masih gagap akan semua perkembangan teknologi yang begitu cepat.
Penggunaan yang tak tepat sasaran, teknologi asal jadi, teknologi asal keren, dan teknologi asal-asal lainnya memperlihatkan bahwa kita belum siap. Alih-alih meninggalkan kesan canggih dan terlihat keren, justru gimmick teknologi “asal” tersebut malah membuat kita terlihat tertinggal begitu jauh dari sisi perkembangan teknologi.
Oleh karenanya, menggunakan cara tradisional seperti potong pita di sebuah acara peresmian masih menjadi hal yang sangat relevan dan justru akan menunjukkan kesederhanaan serta kejujuran pada semua pihak yang menyaksikan.
Sekarang, sebagai Milenial yang sedikit-banyak paham manajemen teknologi, saya ingin sedikit urun saran. Jika memang pada “senior” kita ingin menggunakan teknologi di setiap acara peresmian dan kegiatan lainnya agar terlihat keren, canggih, namun tetap otentik, ada beberapa cara yang bisa dilakukan.
Pertama, manfaatkan tablet touchscreen. Umumnya, tablet dengan touchscreen ini dapat dihubungkan ke layar berukuran lebih besar dan bisa menampilkan interface yang menggambarkan logo sebuah acara/kegiatan tertentu. Kemudian logo tersebut bisa langsung diklik lewat layar tablet sebagai bukti peresmian dan akan bisa disaksikan oleh khalayak melalui layar besar yang sudah dihubungkan sebelumnya.
Kedua, manfaatkan penggunaan voice control. Cara ini memanfaatkan aplikasi mobile yang dihubungkan ke layar dengan perintah suara khusus. Perintah suara ini harus diatur sebelumnya dengan pengenalan suara orang yang akan meresmikan atau memulai kegiatan tersebut. Seperti misalnya, presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wali kota, dan lain-lain.
Ketika orang tersebut memberi perintah yang sudah diatur sebelumnya, layar yang telah dihubungkan tadi akan menampilkan video opening peresmian acara atau kegiatan yang juga harus sudah diatur sebelumnya.
Dengan begitu, acara peresmian masih akan terlihat canggih dan keren serta meninggalkan kesan bahwa tak ada yang sia-sia dari pemanfaatan teknologi yang tepat sasaran serta tepat guna.
Selain itu, praktik-praktik tadi juga masih tergolong bisa dilakukan dengan anggaran instansi yang tak begitu besar jika dibandingkan dengan biaya membuat biometrik yang ternyata “jadi-jadian” seperti tadi.
Pendekatan semacam ini akan lebih mudah diterima generasi muda pada khususnya dan kita semua pada umumnya. Pemanfaatan teknologi yang sudah ada dengan cara unik akan lebih mendatangkan rasa kagum dan tentu akan lebih bermakna, ketimbang membuat sesuatu yang baru namun ternyata itu semua palsu belaka.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Fenomena Peresmian dengan Gimmick "Biometrik": Bukti Kita Gagap Konteks dan Teknologi?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.