Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sungkowo
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Sungkowo adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Eksistensi Makanan Khas Tiwul yang Ramai di Kota dan Desa

Kompas.com - 19/09/2024, 19:25 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Ada yang menarik di Salatiga, Jawa Tengah, yakni penjual tiwul yang dijajakan di atas mobil. Kendaraan tersebut berhenti di pinggir jalan. Badan mobil hanya beratap, sementara bagian belakang, kiri, dan kanan dimodifikasi terbuka.

Jadi, sudah pasti pembeli dapat mengambil posisi dari tiga arah. Dari belakang, kiri, atau kanan. Tinggal memilih. Sayang, kali pertama mengetahui, saya tak dapat membeli. Saya hanya dapat memandang dari kejauhan.

Pada waktu yang berbeda saat saya datang lagi di Salatiga, seperti biasa, menjemput si sulung, di lokasi yang sama tak saya temukan penjaja tiwul. Padahal, saya berencana membeli.

Jadi, saya gagal hendak menikmati tiwul. Tiwul adalah penganan yang dibuat dari tepung gaplek, diberi gula sedikit, kemudian dikukus, dapat dimakan bersama kelapa parut yang telah diberi garam sedikit (KBBI).

Beberapa hari yang lalu, saya baru dapat menikmatinya. Sebab, saat kami, saya dan istri, menjemput si sulung, ada penjaja tiwul. Kebetulan kami masih menunggu di sulung sehingga waktu ini kami manfaatkan untuk membeli tiwul.

Kami membeli satu porsi tiwul. Masih panas. Karena ternyata tiwul terus dipanasi di atas kompor gas yang dimodifikasi agar di atasnya dapat ditempatkan kukusan (anyaman bambu) untuk tempat tiwul. Saat ada pembeli, tiwul baru dikeluarkan dari kukusan dan disajikan.

Kami menikmatinya di lokasi penjualan. Kebetulan di lokasi itu ada bangku besi yang dipasang secara permanen oleh pemerintah setempat. Saya memastikan bahwa bangku ini dari pemerintah setempat sebab banyak bangku besi yang dipasang di beberapa trotoar jalan di Salatiga.

Duduk di bangku besi berdua sembari menikmati tiwul dan mengobrol dengan penjual tak terasa kami menghabiskan satu porsi. Satu porsi tiwul yang berbentuk gunungan (tumpeng) kami nikmati dengan menyendoknya dari ujung (atas) ke bawah. Terasa nikmat. Khas rasa tiwul terasa di lidah.

Masih sama rasanya dengan rasa tiwul kala saya masih anak-anak, puluhan tahun yang silam, di desa. Kala itu tiwul menjadi makanan yang biasa sehari-hari saya dan keluarga, saya rasa juga tetangga. Aromanya juga khas, tak tertandingi.

Rasa, aroma, dan hangat tiwul yang kami nikmati pada sore yang sejuk Kota Salatiga membuat perut kenyang. Sebab, tiwul memiliki kandungan karbohidrat seperti halnya nasi. Jadi, makan tiwul setali tiga uang dengan makan nasi. Kenyang!

Tiwul yang sudah masak --seperti yang kami nikmati-- berwarna cokelat. Gula aren yang berada di tengah tiwul yang berbentuk gunungan dan kelapa parut, juga garam secukupnya, menambah rasa khasnya.

Anda yang pernah makan tiwul pasti sudah mengenalnya. Sekadar mencatat, bahan baku tiwul dari ketela pohon (singkong). Karenanya, pusat tiwul berada di desa. Karena terlahir di desa, saya familier terhadap tiwul. Saking familiernya, ketika melihat ada orang menjual tiwul, memori lama saya menguat. Sampai(-sampai) saya ingin segera menikmatinya.

Dan, terjawab sudah keinginan ini. Satu porsi habis, meskipun bersama istri. Sebagian besar, saya yang menghabiskan. Hingga tuntas. Selama kami menikmati tiwul di bangku besi, ada dua pembeli yang datang. Masing-masing membeli dua porsi tiwul. Dari enam porsi yang masih ada sore itu, tinggal dua porsi, akhirnya.

Selain satu porsi tiwul yang habis ternikmati, kami juga pesan gatot. Hanya, gatot, yang juga berbahan baku dari ketela pohon (singkong), tak kami nikmati di lokasi. Gatot akan kami nikmati di rumah. Gatot adalah penganan kukus, dibuat dari gaplek yang disayat kecil-kecil memanjang kemudian direbus dan dicampur dengan gula, dimakan dengan parutan kelapa (KBBI).

Kata Om penjual, sekalipun gatot sudah diberi kelapa parut dan juga garam secukupnya, tetap dapat dinikmati hingga sehari kemudian sebab kelapa parutnya sudah dimasak. Dan, pernyataan ini benar sebab sehari kemudian gatot masih enak saya nikmati. Rasa khasnya tak hilang.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Di Balik Layar Cerita Mengompos dengan Komposter Drum

Di Balik Layar Cerita Mengompos dengan Komposter Drum

Kata Netizen
Jika MBG Dimasak oleh Ibu Sendiri...

Jika MBG Dimasak oleh Ibu Sendiri...

Kata Netizen
Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau