Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pemerintah Indonesia mungkin belum waktunya menerapkan pembatasan operasional kendaraan lawas dan berbahan bakar solar karena masih sangat dibutuhkan di wilayah pinggiran, tetapi pemanfaatan bus sebagai alternatif transportasi wajib digalakkan dan diterapkan secara masif, bukan hanya menjadi trending topik oleh para politikus di arena pilkada.
Jika di tanah air hari libur jalanan macetnya luar biasa, di kota Jeju, jalanan justru lengang dan biasa saja.
Warga memang berbondong-bondong ke tempat wisata, kuburan keluarga dan pusat perbelanjaan, tetapi jalanan justru banyak yang lengang dari kendaraan pribadi. Ini adalah dampak dari dimaksimalkannya bus sebagai angkutan umum. Ditambah budaya jalan kaki.
Pemanfaatan bus sebagai angkutan umum wajib menerapkan tarif murah dan transparan. Contoh praktik baik ini sudah diterapkan pada moda transportasi massal di Jakarta, baik MRT, Transjakarta dan sejenisnya.
Sedangkan di kota Makassar, Sulawesi Selatan, tarif murah ini juga sudah diterapkan di bus Trans Mamminasata.
Hanya saja, warga Makassar masih jarang yang memanfaatkan bus umum murah tersebut. Intinya, tarif jarak jauh dan dekat sama dalam rute yang telah ditentukan untuk bus.
Kemudian, warga mulai dibiasakan menggunakan e-money. Tidak semua daerah akan mampu menerapkannya sekaligus.
Tetapi bisa dimulai dari semua ibu kota provinsi dan daerah khusus. Bahkan akan lebih mudah berdampak lagi jika ada pemerintah kota/kabupaten yang bersedia mengambil terobosan dan memberlakukannya.
Jalur Pejalan Kaki yang Lebar dan Ramah
Jalur pejalan kaki yang lebar dan ramah masyarakat, sangat diperhatikan oleh pemerintah Korea Selatan.
Akses pedestrian menyediakan jalur khusus buat disabilitas. Termasuk di crosswalk dan halte bus hingga semua tempat perbelanjaan, restoran, sekolah, perkantoran, apartemen dan hotel.
Kemudian, tak ada pedagang asongan, kaki lima atau tukang ojek yang menguasai jalur pedestrian. Benar-benar hanya untuk pejalan kaki.
Inilah yang sebenarnya membuat tidak adanya kemacetan di Korea Selatan karena jalur pejalan kaki hanya dimanfaatkan oleh mereka yang jalan kaki, disabilitas dan pengendara sepeda.
Disiplin Parkir
Warga Korea Selatan sangat disiplin tentang parkir kendaraan. Mereka tidak sembarangan memarkir kendaraan.
Meskipun jumlah kendaraan sangat banyak, tetapi akses jalan tetap lancar setiap hari. Mobil hanya diparkir pada tempat parkir yang telah ditandai. Kedisiplinan inilah yang membuat tetap lancarnya akses jalan, walaupun jalan itu ada di lorong-lorong perumahan/apatemen/hotel/restoran/pusat perbelanjaan.
Disiplin di Lampu Merah dan Crosswalk
Kesabaran di lampu merah dan crosswalk masih sering dilanggar oleh pengguna jalan di Indonesia. Kebiasaan masyarakat kita, bebas menyeberang di mana saja. Bukan di jalur penyeberangan yang telah ditentukan. Hal ini ikut menyumbang kemacetan.
Seharusnya, warga Indonesia mulai belajar disiplin sejak dini. Pendidikan di sekolah sudah wajib memuat materi yang mendisiplinkan perilaku menyeberang jalan ini. Sehingga ketika ada peraturan/himbauan pemerintah terkait kebijakan terhadap pengguna jalan, anak-anak sekolah bisa menjadi pionir bagi warga lainnya.
Di kota Jeju, warga sangat disiplin di lampu merah dan crosswalk. Meskipun jalanan kosong, tetapi mereka tetap menunggu hingga kode lampu hijau pejalan kaki menyala. Demikian pula sebaliknya.