Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sementara itu, di halodoc.com, terdata ada dua puluh jenis sayur yang mendukung kesehatan tubuh. Yaitu, kale, bit, bayam, sayuran brokoli, wortel, sayuran asparagus, kol merah, ubi, paprika, jamur, bawang bombay, bawang putih, rumput laut, sayuran pare, buncis, sayuran sawi, kangkung, daun kemangi, sayuran seledri, dan kubis.
Tapi, saya yakin masih ada lagi sayur yang dapat mendukung kesehatan tubuh selain dua puluh jenis sayur yang sudah disebut di atas. Di antaranya yang sangat familier di kalangan masyarakat kebanyakan adalah daun pepaya, singkong, ketela rambat, beluntas, mengkudu, buah kacang panjang dan daunnya, serta genjer.
Jenis sayur ini sangat mudah diperoleh masyarakat. Dapat memetik sendiri. Tak perlu membeli di pasar atau di toko swalayan. Tentu jika menanam sendiri di pekarangan rumah yang tak membutuhkan area yang luas.
Tentu saja sayur tak satu-satunya nutrisi yang mendukung kesehatan tubuh. Masih ada yang lain. Misalnya, tempe, tahu, telur, ikan, dan daging.
Hanya, sayur harganya lebih terjangkau atau malah tak perlu membeli karena dapat memetik sendiri. Toh demikian, sayur belum mewarnai dalam gerakan sarapan bersama bagi siswa di sekolah.
Saya mencoba menghitung jumlah siswa dalam satu kelas saat gerakan sarapan bersama yang dalam menunya tersaji sayur. Ternyata hanya ada 8 dari 33 siswa. Jadi, hanya 21,9 persen yang menyantap sayur.
Saya meyakini, misalnya, keseluruhan siswa di sekolah yang menunya ada tersaji sayur dihitung, persentasenya tak banyak berubah. Dapat saja turun atau naik, tapi tak signifikan.
Gambaran jumlah siswa di sekolah lain pada program sarapan bersama yang dalam menunya ada sayur, boleh jadi tak jauh berbeda. Pasti persentase siswa yang memiliki menu ada sayurnya lebih sedikit daripada siswa yang memiliki menu nirsayur.
Oleh karena itu, realitas ini sudah semestinya menjadi perhatian bersama. Tapi, keluarga (tetap) menjadi agen pertama yang sangat mungkin dapat membentuk sikap anak cinta sayur.
Sayur bening, sayur asem, oseng-oseng, pecel, sayur urap, dan sejenisnya dapat dibudayakan dari rumah. Teladan orangtua dalam keluarga yang pada setiap harinya menyajikan sayur di meja makan untuk keluarga sebagai cara yang efektif membangun sikap anak cinta sayur.
Memang tak mudah membangun sikap anak zaman sekarang cinta sayur. Sebab, anak pada zaman sekarang umumnya lebih mengenal makanan kekinian. Yang, begitu mudah ditemukan di banyak tempat dalam wujud yang beragam, sehingga mereka memiliki banyak pilihan.
Sementara itu, tak banyak warung atau rumah makan yang menyediakan beragam sayur. Dalam satu deretan tempat makan yang berada di pinggir jalan, misalnya, belum tentu ada warung yang menyediakan sayur.
Umumnya warung makan yang menyediakan sayur, entah satu jenis atau banyak jenis sayur, berada di satu tempat. Coba Anda lihat, siapa yang menjadi konsumen? Pasti orang-orang dewasa bukan? Sangat jarang yang masih anak-anak.
Maka, sangat disayangkan sayur yang banyak tersedia yang mudah didapat dan relatif terjangkau harganya juga memiliki kandungan gizi yang tak boleh diabaikan, belum dapat mewarnai sarapan bersama bagi siswa di sekolah.
Kesadaran orangtua tentang hal ini perlu ditumbuhkan. Sehingga, program sarapan bersama bagi siswa di sekolah tak hanya mengondisikan anak menyantap sayur, tapi juga semakin mendekatkan anak terhadap alam lingkungannya yang kaya sayur. Agar, lambat laun anak cinta sayur dan cinta alam.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sayur Belum Mewarnai Program Sarapan Bersama bagi Siswa di Sekolah"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.