Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sungkowo
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Sungkowo adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Sayur Kurang Dapat Perhatian dalam Program Sarapan Bersama di Sekolah

Kompas.com - 30/09/2024, 16:17 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Sementara itu, di halodoc.com, terdata ada dua puluh jenis sayur yang mendukung kesehatan tubuh. Yaitu, kale, bit, bayam, sayuran brokoli, wortel, sayuran asparagus, kol merah, ubi, paprika, jamur, bawang bombay, bawang putih, rumput laut, sayuran pare, buncis, sayuran sawi, kangkung, daun kemangi, sayuran seledri, dan kubis.

Tapi, saya yakin masih ada lagi sayur yang dapat mendukung kesehatan tubuh selain dua puluh jenis sayur yang sudah disebut di atas. Di antaranya yang sangat familier di kalangan masyarakat kebanyakan adalah daun pepaya, singkong, ketela rambat, beluntas, mengkudu, buah kacang panjang dan daunnya, serta genjer.

Jenis sayur ini sangat mudah diperoleh masyarakat. Dapat memetik sendiri. Tak perlu membeli di pasar atau di toko swalayan. Tentu jika menanam sendiri di pekarangan rumah yang tak membutuhkan area yang luas.

Tentu saja sayur tak satu-satunya nutrisi yang mendukung kesehatan tubuh. Masih ada yang lain. Misalnya, tempe, tahu, telur, ikan, dan daging.

Hanya, sayur harganya lebih terjangkau atau malah tak perlu membeli karena dapat memetik sendiri. Toh demikian, sayur belum mewarnai dalam gerakan sarapan bersama bagi siswa di sekolah.

Saya mencoba menghitung jumlah siswa dalam satu kelas saat gerakan sarapan bersama yang dalam menunya tersaji sayur. Ternyata hanya ada 8 dari 33 siswa. Jadi, hanya 21,9 persen yang menyantap sayur.

Saya meyakini, misalnya, keseluruhan siswa di sekolah yang menunya ada tersaji sayur dihitung, persentasenya tak banyak berubah. Dapat saja turun atau naik, tapi tak signifikan.

Gambaran jumlah siswa di sekolah lain pada program sarapan bersama yang dalam menunya ada sayur, boleh jadi tak jauh berbeda. Pasti persentase siswa yang memiliki menu ada sayurnya lebih sedikit daripada siswa yang memiliki menu nirsayur.

Oleh karena itu, realitas ini sudah semestinya menjadi perhatian bersama. Tapi, keluarga (tetap) menjadi agen pertama yang sangat mungkin dapat membentuk sikap anak cinta sayur.

Sayur bening, sayur asem, oseng-oseng, pecel, sayur urap, dan sejenisnya dapat dibudayakan dari rumah. Teladan orangtua dalam keluarga yang pada setiap harinya menyajikan sayur di meja makan untuk keluarga sebagai cara yang efektif membangun sikap anak cinta sayur.

Memang tak mudah membangun sikap anak zaman sekarang cinta sayur. Sebab, anak pada zaman sekarang umumnya lebih mengenal makanan kekinian. Yang, begitu mudah ditemukan di banyak tempat dalam wujud yang beragam, sehingga mereka memiliki banyak pilihan.

Sementara itu, tak banyak warung atau rumah makan yang menyediakan beragam sayur. Dalam satu deretan tempat makan yang berada di pinggir jalan, misalnya, belum tentu ada warung yang menyediakan sayur.

Umumnya warung makan yang menyediakan sayur, entah satu jenis atau banyak jenis sayur, berada di satu tempat. Coba Anda lihat, siapa yang menjadi konsumen? Pasti orang-orang dewasa bukan? Sangat jarang yang masih anak-anak.

Maka, sangat disayangkan sayur yang banyak tersedia yang mudah didapat dan relatif terjangkau harganya juga memiliki kandungan gizi yang tak boleh diabaikan, belum dapat mewarnai sarapan bersama bagi siswa di sekolah.

Kesadaran orangtua tentang hal ini perlu ditumbuhkan. Sehingga, program sarapan bersama bagi siswa di sekolah tak hanya mengondisikan anak menyantap sayur, tapi juga semakin mendekatkan anak terhadap alam lingkungannya yang kaya sayur. Agar, lambat laun anak cinta sayur dan cinta alam.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sayur Belum Mewarnai Program Sarapan Bersama bagi Siswa di Sekolah"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Kata Netizen
Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Kata Netizen
Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Kata Netizen
Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Kata Netizen
Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Kata Netizen
Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Kata Netizen
Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Kata Netizen
Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Kata Netizen
Utang, Paylater, dan Pinjol

Utang, Paylater, dan Pinjol

Kata Netizen
'Wedding Anniversary', Sederhana tetapi Penuh Makna

"Wedding Anniversary", Sederhana tetapi Penuh Makna

Kata Netizen
Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Kata Netizen
Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kata Netizen
Hubungan antara YouTuber Asing Ngonten di Indonesia dan Pariwisata

Hubungan antara YouTuber Asing Ngonten di Indonesia dan Pariwisata

Kata Netizen
Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Kata Netizen
Tempat-tempat Belanja Kebutuhan Harian di Kota Jeju

Tempat-tempat Belanja Kebutuhan Harian di Kota Jeju

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau