Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Selain karena ada kelas ekonomi, persepsi kaya dan miskin juga bisa datang dari tingkat literasi seseorang. Tingkat literasi yang amat rendah membuat pangkat Letda dikira orang kaya. Sementara sang istri yang sebelum menikah dengan Letda sudah kaya duluan, tidak dianggap kaya karena "cuma" punya warung bakso dan rental mainan.
Melihat fakta di atas saya jadi berkesimpulan klasifikasi kelas ekonomi BPS mungkin digunakan karena mencerminkan pola pikir orang Indonesia. Kita menganggap makin besar pengeluaran seseorang berarti pendapatannya juga pasti besar
Ini terjadi di medsos di mana banyak orang lebih suka dipersepsikan sebagai orang kaya daripada orang miskin. Maka mereka pun berusaha menunjukkan pengeluaran yang besar dengan sering ngopi di kafe, memakai tas dan baju mahal, juga bepergian ke luar negeri.
Sayangnya, menganggap seseorang kaya berdasarkan pengeluarannya bisa menjebak kita pada realita semu.
Maka ajarkan anak-cucu kita bahwa hidup haruslah berpegang pada kenyataan, bukan kesemuan. Jangan sampai besar pasak daripada tiang.
Dan, kalau telanjur jadi generasi sandwich maka mintalah pada orang-orang yang kita biayai untuk mendoakan supaya kita sehat dan lancar rejekinya selalu.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Realita Kaya-Miskin dan Persepsi Kelas Ekonomi"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.