Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Dunia berkembang begitu pesat, tetapi kesempatan dan keahlian kita tidak bisa begitu-begitu saja.
Apa yang sebelumnya hanya bisa dilakukan manusia kini dengan cepat dapat digantikan oleh kecerdasan buatan (AI). Mesin yang kita ciptakan untuk membantu justru mulai menggeser posisi kita.
Sebuah laporan dari McKinsey memperkirakan bahwa 375 juta pekerjaan global akan terdampak oleh otomatisasi pada tahun 2030.
Jadi, pertanyaannya adalah: Apa yang akan terjadi jika kita berhenti belajar dan beradaptasi?
Tantangan Dunia Kerja di Era AI
Bayangkan seorang pekerja administrasi yang terbiasa menyusun laporan setiap hari. Selama bertahun-tahun, pekerjaannya stabil dan tak tergantikan.
Namun, suatu hari perusahaan mengimplementasikan software otomatisasi yang mampu menyelesaikan tugasnya dalam hitungan menit --- tanpa kesalahan.
Pekerja ini dihadapkan pada dua pilihan: beradaptasi dengan teknologi atau digantikan olehnya.
Kisah ini bukan lagi skenario fiksi. AI kini sudah menjadi bagian dari realitas. Tetapi, bukan berarti kita harus kalah.
Artikel ini akan membahas bagaimana manusia dapat tetap relevan di tengah revolusi AI dengan cara terus belajar dan berkembang.
Ketika Manusia Stagnan
Apa yang Terjadi Saat Kita Berhenti Belajar?
Ketika kita berhenti belajar, kita membuka pintu bagi ketertinggalan. Dunia tidak menunggu siapa pun.
Mesin terus berkembang, mempelajari data dengan kecepatan yang tidak dapat ditandingi manusia. Jika kita tidak meningkatkan keterampilan, kita akan kehilangan relevansi.
Statistik yang mengkhawatirkan
Sebuah studi dari World Economic Forum menunjukkan bahwa 50% pekerja global perlu reskilling pada tahun 2025 untuk tetap kompetitif.
Di Indonesia, adopsi AI dalam sektor manufaktur dan layanan diperkirakan akan menggeser ribuan pekerjaan tradisional dalam dekade mendatang.
Terpinggirkan Karena Teknologi
L, seorang pekerja entry-level di perusahaan keuangan, merasa nyaman dengan rutinitasnya.
Tetapi, saat perusahaan mengadopsi AI untuk analisis data, L merasa tidak lagi relevan karena kurangnya keterampilan teknologi.
Kehilangan pekerjaan membuatnya menyadari bahwa stagnasi adalah musuh terbesar.
Fenomena Pekerja Tanpa Motivasi
Fenomena ini sering kali diperparah oleh sikap stagnan para pekerja. Banyak individu yang merasa bahwa pekerjaan mereka cukup aman sehingga mereka tidak lagi termotivasi untuk belajar atau berkembang.
Mereka datang bekerja hanya untuk memenuhi rutinitas, tanpa keinginan untuk berinovasi atau meningkatkan keterampilan.