Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Masykur Mahmud
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Masykur Mahmud adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mengenang Kembali Tsunami Aceh 20 Tahun Lalu

Kompas.com - 30/12/2024, 21:10 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Satu anggota keluarga terjebak di sebuah desa 100 meter dari pesisir laut. 80% bangunan lenyap dan air laut menutupi rumah-rumah penduduk.

Mayat-mayat bergelimpangan. Sebagian tersangkut di pagar, sebagian terjebak reruntuhan tembok, dan banyak yang tersangkut di kayu-kayu reruntuhan.

Saya melihatnya langsung ketika melewati kawasan Taman Sari menuju lapangan Blang Padang. Seorang pria kakinya terbelah Terkena benda tajam berjalan pelan. Semua berduka, semua kehilangan anggota keluarga.

Suasana begitu mencekam. Hampir semua orang saling silih berganti mencari anggota keluarga yang hilang. Mengecek setiap manyat yang ditemui. Ribuan manyat tergeletak dimana-mana berhari-hari tanpa identitas. 

Pesisir barat selatan sulit dijangkau. Jalan terputus, jembatan lenyap, menyebakan pasokan makanan terputus total. Bantuan luar negeri akhirnya datang. Helikopter mulai berdatangan memasok makanan.

Korban-korban selamat didata, anggota keluarga yang hilang bertambah. Semua berduka kehilangan anggota keluarga. Istri kehilangan suami. Anak kehilangan orangtua. Orangtua kehilangan anak dalam genggaman. 

Kisah tsunami masih berbekas tajam dalam memori. Banyak anggota keluarga yang belum ditemukan. Sebagian ada yang sudah mengikhlaskan. Tidak ada yang tahu pasti apakah mereka sudah meninggal, atau mungkin terpisah dari keluarga dan berada di tempat lain. 

Wajah kota Banda Aceh kini telah berubah. Bangunan baru, jalanan luas, dan kehidupan yang berbeda. Namun, tsunami 2004 selalu dikenang oleh para korban dan mereka yang terlibat.

Musium tsunami di kota banda Aceh menjadi bangunan tempat mengenang kejadian tsunami 2004 silam. Foto-foto bangunan rubuh dan vidio singkat tentang tsunami terpajang di dalamnya. 

Sebuah kapal besar bernama Kapal Apung hanya berjarak 2 kilometer dari gedung megah ini. Kapal Apung terbawa gelombang tsunami ke rumah warga. Menyapu setiap rumah yang dilewati. Kini berdiri tegak sebagai saksi keganasan tsunami 26 Desember 2004. 

Tulang belulang korban tsunami masih terus ditemukan di berbagai tempat. Sebagian tertimbun di kawasan pemukiman warga. Tahun berganti tahun, nama-nama korban kadangkala terdeteksi dari identitas KTP yang kadang ditemui bersama kerangka saat penggalian fondasi rumah.

20 tahun sudah kisah tsunami terlewati. Esok hari, 26 Desember 2024, Aceh kembali memperingati kejadian tsunami. Mengirim do'a bagi mereka yang sudah mendahului kita semua. 

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengenang 20 Tahun Tsunami Aceh"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau