Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sungkowo
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Sungkowo adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Kompas.com - 25/03/2025, 14:43 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Penerima (zakat)-pemberi (zakat) diskemakan sebagai dua pihak yang saling melengkapi. Kalau tak ada pihak yang menerima, pihak yang memberi tentu akan mengalami kekurangan atau kelemahan. Demikian sebaliknya, kalau tak ada pihak yang memberi, pihak yang menerima pun mengalami kekurangan atau kelemahan.

Jadi, kedua pihak memiliki kesejajaran. Saling membutuhkan. Saling melengkapi sehingga menjadi perpaduan yang sempurna. Seperti ada malam dan siang.

Memang tak mudah mengubah persepsi ini. Tetapi, memulai mengupayakan lebih baik ketimbang tak memulai mengupayakan sama sekali. Toh sekolah memiliki peluang positif dalam mengupayakannya.

Sebab, sekolah umumnya dikelola dengan penataan yang tertib dan terukur. Dengan begitu, terutama siswa yang berhak menerima zakat dapat dikondisikan.

Dalam maksud menanamkan pengertian bahwa "penerima" (zakat) itu menyempurnakan "pemberi" (zakat), pun demikian "pemberi" (zakat) menyempurnakan "penerima" (zakat).

Pengertian inilah yang belum dihayati oleh siswa. Bahkan, bukan mustahil oleh sebagian guru pula.

Dasar pemikirannya adalah pihak penerima masih menerima zakat agar kebutuhannya tercukupi. Sementara itu, pihak pemberi memiliki kewajiban berbagi agar kelebihan yang ada padanya lebih bermanfaat.

Upaya ini harus dilakukan secara terus-menerus pada momen yang memungkinkan hal termaksud dilakukan. Karena, kalau hanya satu-dua kali dilakukan tentu kurang memberi efek.

Dan, penghayatan ini tak hanya diarahkan kepada siswa yang berhak menerima zakat. Tetapi, juga diarahkan kepada siswa yang tak berhak menerima zakat oleh karena mereka tergolong pihak yang memberi zakat.

Hal ini dimaksudkan agar yang memiliki kelebihan menyadari bahwa kelebihan yang ada, seperti sudah disebut di atas, sangat bermanfaat bagi yang masih membutuhkan.

Dengan begitu, mereka tak berkelebihan, pun demikian pihak yang menerima tak berkekurangan. Keduanya dalam kondisi cukup.

Dan, kondisi inilah yang disebut sempurna karena keduanya saling melengkapi. Yang lebih tak berkelebihan; yang kurang tak berkekurangan.

Karena mereka bagian dari keluarga, sudah pasti keluarga juga merasakan. Artinya, antarkeluarga saling melengkapi. Keluarga yang lebih tak berkelebihan; keluarga yang kurang tak berkekurangan.

Bukankah kondisi ini yang sebenarnya menjadi harapan bersama dalam hidup bermasyarakat? Termasuk hidup bermasyarakat di ranah sekolah, yang di dalamnya ada siswa, yang notabene anak-anak (kita).

Upaya ini dapat membentuk siswa menjadi pribadi yang saling mendukung. Saling menghargai. Sehingga, tercipta suasana pendidikan yang nyaman bagi semua.

Bahkan, upaya ini pun menjadi investasi masa depan bagi bangsa ini. Karena, sudah memulai menyiapkan generasi penerus yang memiliki pandangan lebih egaliter. Yang, kelak akan menjadi pemimpin bangsa ini.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Zakat di Sekolah, Zakat yang Menyempurnakan Semua Siswa"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kata Netizen
Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Kata Netizen
Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Kata Netizen
Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Kata Netizen
Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Kata Netizen
Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kata Netizen
Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Kata Netizen
Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kata Netizen
Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Kata Netizen
Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Kata Netizen
Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Kata Netizen
'Mindful Eating' di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

"Mindful Eating" di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau