Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Penerima (zakat)-pemberi (zakat) diskemakan sebagai dua pihak yang saling melengkapi. Kalau tak ada pihak yang menerima, pihak yang memberi tentu akan mengalami kekurangan atau kelemahan. Demikian sebaliknya, kalau tak ada pihak yang memberi, pihak yang menerima pun mengalami kekurangan atau kelemahan.
Jadi, kedua pihak memiliki kesejajaran. Saling membutuhkan. Saling melengkapi sehingga menjadi perpaduan yang sempurna. Seperti ada malam dan siang.
Memang tak mudah mengubah persepsi ini. Tetapi, memulai mengupayakan lebih baik ketimbang tak memulai mengupayakan sama sekali. Toh sekolah memiliki peluang positif dalam mengupayakannya.
Sebab, sekolah umumnya dikelola dengan penataan yang tertib dan terukur. Dengan begitu, terutama siswa yang berhak menerima zakat dapat dikondisikan.
Dalam maksud menanamkan pengertian bahwa "penerima" (zakat) itu menyempurnakan "pemberi" (zakat), pun demikian "pemberi" (zakat) menyempurnakan "penerima" (zakat).
Pengertian inilah yang belum dihayati oleh siswa. Bahkan, bukan mustahil oleh sebagian guru pula.
Dasar pemikirannya adalah pihak penerima masih menerima zakat agar kebutuhannya tercukupi. Sementara itu, pihak pemberi memiliki kewajiban berbagi agar kelebihan yang ada padanya lebih bermanfaat.
Upaya ini harus dilakukan secara terus-menerus pada momen yang memungkinkan hal termaksud dilakukan. Karena, kalau hanya satu-dua kali dilakukan tentu kurang memberi efek.
Dan, penghayatan ini tak hanya diarahkan kepada siswa yang berhak menerima zakat. Tetapi, juga diarahkan kepada siswa yang tak berhak menerima zakat oleh karena mereka tergolong pihak yang memberi zakat.
Hal ini dimaksudkan agar yang memiliki kelebihan menyadari bahwa kelebihan yang ada, seperti sudah disebut di atas, sangat bermanfaat bagi yang masih membutuhkan.
Dengan begitu, mereka tak berkelebihan, pun demikian pihak yang menerima tak berkekurangan. Keduanya dalam kondisi cukup.
Dan, kondisi inilah yang disebut sempurna karena keduanya saling melengkapi. Yang lebih tak berkelebihan; yang kurang tak berkekurangan.
Karena mereka bagian dari keluarga, sudah pasti keluarga juga merasakan. Artinya, antarkeluarga saling melengkapi. Keluarga yang lebih tak berkelebihan; keluarga yang kurang tak berkekurangan.
Bukankah kondisi ini yang sebenarnya menjadi harapan bersama dalam hidup bermasyarakat? Termasuk hidup bermasyarakat di ranah sekolah, yang di dalamnya ada siswa, yang notabene anak-anak (kita).
Upaya ini dapat membentuk siswa menjadi pribadi yang saling mendukung. Saling menghargai. Sehingga, tercipta suasana pendidikan yang nyaman bagi semua.
Bahkan, upaya ini pun menjadi investasi masa depan bagi bangsa ini. Karena, sudah memulai menyiapkan generasi penerus yang memiliki pandangan lebih egaliter. Yang, kelak akan menjadi pemimpin bangsa ini.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Zakat di Sekolah, Zakat yang Menyempurnakan Semua Siswa"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.