Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Widi Kurniawan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Widi Kurniawan adalah seorang yang berprofesi sebagai Human Resources. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kompas.com - 30/03/2025, 14:49 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Rasanya tidak sabar lagi untuk memulai perjalanan mudik ke kampung halaman jelang lebaran tahun ini. Sebuah perjalanan yang memang selalu dinanti, demi menuntaskan kerinduan dan merayakan kebahagiaan.

Mudik ke kampung halaman saat momen lebaran, bukan seperti hendak pergi ke mal atau ke pasar yang bisa dadakan ketika keinginan dan waktu tersedia. Mudik butuh perencanaan, terlebih jika ratusan kilometer akan dilalui dalam perjalanan.

Temanggung, sebuah kabupaten kecil di kaki Gunung Sumbing dan Sindoro, adalah kampung halaman tempat saya mesti menuntaskan rindu dan sungkem kepada orang tua. Mencapai Temanggung hanya butuh sekitar 2 jam dari Semarang, atau 2,5 jam dari Yogyakarta lewat perjalanan darat.

Pertengahan Februari lalu, saya sudah berhasil mendapatkan tiket kereta api ke Semarang dan demikian juga untuk tiket baliknya yang saya pilih keberangkatan dari Yogyakarta menuju Jakarta.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya, istri, dan dua anak saya, selalu antusias menikmati perjalanan mudik ke Temanggung. Kereta api menjadi pilihan paling mengasyikkan sekaligus masuk akal bagi kami meskipun stasiun terdekat hanya ada di Semarang ataupun Yogyakarta.

Bisa saja kami memilih naik bus dan langsung turun di Temanggung, tak perlu ganti moda setelah turun dari kereta api. Juga bisa saja kami membawa kendaraan pribadi atau dimungkinkan pula naik kendaraan travel. Tapi, momok berupa kemacetan bakal selalu menghantui sepanjang perjalanan.

Jika direnungkan lebih dalam, pilihan mudik naik kereta api secara tidak langsung memberikan kontribusi yang signifikan dalam rangka mengurangi jejak karbon serta perlindungan lingkungan secara umum.

Saat ini, kereta api untuk perjalanan jarak jauh dari Jakarta ke bagian lain Pulau Jawa, masih menjadi pilihan paling ramah lingkungan. Penggunaan kendaraan pribadi yang berbahan bakar fosil sudah pasti bakal menghasilkan banyak polusi dan menyumbang emisi gas rumah kaca.

Bayangkan saja betapa bumi seolah tak bisa bernafas lega ketika kendaraan bermotor memadati jalanan ketika mudik. Bahkan berdasarkan data Jasa Marga, diprediksi sejumlah 2,18 juta kendaraan bermotor bakal melakukan perjalanan mudik saat libur lebaran 2025 nanti.

Maka, sekarang pilihan ada pada masing-masing pemudik.

Sejak beberapa tahun lalu, ketika anak bungsu saya sudah kami anggap mampu mengikuti ritme perjalanan orang tua dan kakaknya, mudik sambil berpetualang selalu menjadi tema perjalanan kami.

Mudik "backpacker", itulah kami menyebut diri kami sendiri. Kami tidak pernah membawa koper, tapi barang bawaan disimpan menggunakan ransel atau backpack.

Masing-masing punya tanggung jawab terhadap barang bawaannya sendiri. Inilah salah satu cara saya untuk mengajarkan kemandirian terhadap kedua anak saya.

Bahkan sebelum berangkat, masing-masing orang harus bisa memperhitungkan berapa jumlah baju dan celana, serta barang pribadi lainnya yang mesti dibawa dalam backpack-nya.

Misal, secara total kami bakal menghabiskan enam hari mudik ditambah wisata tipis-tipis, maka saya tekankan betul kepada anak-anak agar pakaian yang dibawa bisa cukup dan seefisien mungkin.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau