Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Bagi kami, lebaran tak harus membeli baju baru. Meski untuk anak-anak barangkali memang perlu membeli karena ukuran tubuhnya bertumbuh tiap tahun.
Saya sendiri nyaris tiap lebaran selalu memakai kemeja koko yang sama, dan tidak ada masalah ketika sesi berfoto dengan keluarga besar.
Setidaknya, dengan demikian saya turut berkontribusi dalam hal mengurangi jejak karbon lewat penggunaan pakaian yang berkelanjutan dan berumur panjang.
Jenis pakaian yang dibawa pun mayoritas berbahan nyaman seperti kaos, sehingga dalam satu hari tidak sering berganti pakaian dan tentunya lebih hemat bawaan di dalam ransel kami.
Ternyata dengan gaya mudik seperti ini, kami merasa lebih nyaman dan tidak berlagak seperti pelancong pada umumnya. Terlebih ada kemungkinan kami juga banyak berjalan kaki untuk mengakses titik tujuan yang tidak terlalu jauh.
Inilah gaya kami, mudik hijau untuk kurangi jejak karbon.
Soal bekal minuman dan makanan, tentu kami sudah terbiasa membawa tumbler atau botol minuman isi ulang ke manapun pergi. Terlebih sejak 2023, KAI telah menyediakan layanan gratis untuk isi ulang air minum bagi penumpang di beberapa stasiun.
Jelas hal ini menjadi dukungan bagi para pemudik dalam menerapkan prinsip ramah lingkungan.
Selain itu, jika memang harus jajan di perjalanan. Saat ini sudah banyak kafe atau rumah makan yang tak berkeberatan jika mengisi langsung pesanan minuman yang dituang langsung ke dalam tumbler milik pembeli.
Perjalanan mudik biasanya juga kami selipkan perjalanan wisata, terutama saat perjalanan balik. Dan tentunya, agar efektif dan efisien, maka destinasi yang kami kunjungi adalah yang bersifat sekalian mampir. Jadi bukan yang memang disengaja untuk melakukan perjalanan jauh demi berkunjung ke destinasi tersebut.
Misal saja, ketika saya sudah membeli tiket kereta api balik dari Yogyakarta sekitar jam sepuluh malam, maka sejak pagi kami sudah punya jadwal mampir ke destinasi yang searah menuju Stasiun Lempuyangan, tempat kami akan naik kereta api.
Banyak destinasi yang bisa kami singgahi sepanjang perjalanan dari Temanggung ke Yogyakarta. Bisa saja kami mampir ke Borobudur, lalu lanjut ke taman bermain seperti Ibarbo Park di Sleman.
Kemudian menuju ke arah Kota Yogyakarta bisa melipir ke Pasar Kranggan yang tak jauh dari Tugu. Lanjut lagi belanja ke Pasar Beringharjo atau singgah berfoto di ujung Malioboro dan Benteng Vredeburg. Semua destinasi tersebut bisa disinggahi sambil mampir karena relatif searah.
Saat malam menjelang barulah merapat ke sekitar Stasiun Lempuyangan, jangan lupa makan malam bakmi Jogja yang tersohor di dekat Pasar Lempuyangan.
Dengan rangkaian perjalanan searah seperti itu, maka tidak banyak jejak karbon yang kami hasilkan. Kecuali kami melakukan perjalanan lintas yang bikin boros bahan bakar dan tenaga, misalnya dari Borobudur lanjut ke Prambanan dan balik lagi menuju Kota Yogyakarta.
Tentu pola perjalanan seperti itu tidak praktis dan efisien karena tidak sembari mampir, dan mengingat suasana lebaran pastinya lalu lintas kendaraan akan sangat macet dan bakal banyak membuang waktu serta energi.
Barangkali cara kami mudik sambil berwisata hanyalah tindakan kecil yang dianggap biasa saja oleh orang lain. Tetapi sebenarnya dapat memiliki dampak besar jika diterapkan secara kolektif oleh banyak orang.
Siapa lagi yang bisa melindungi lingkungan dan turut mengatasi perubahan iklim, jika bukan diri kita sendiri sebagai penduduk bumi?
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mudik Backpacker, Inilah Gaya Kami Kurangi Jejak Karbon"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.