
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Dalam prosesi ini, terdapat beberapa silsilah nenek dan tongkonan yang dibacakan. Setiap perwakilan keluarga akan mendapatkan potongan daging kerbau dan tetuk (wadah makanan dari daun pisang) berisi nasi dan daging kerbaunyang telah dimasak.
Setelah acara mantawa putu' karua, dilanjutkan dengan acara utama, yakni ibadah menurut ajaran Islam. Rangkaian ibadah dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-qur'an. Lalu diikuti oleh ceramah dari seorang ustadz.
Uniknya, semua orang yang hadir tidak ada yang pulang. Muslim, Kristen, Katolik dan penganut kepercayaan yang hadir duduk tertib dalam pondok.
Inilah penghargaan dalam prosesi ma'papura antar umat beragama, khususnya di kampung saya, Salubarani.
Di akhir acara, dilakukan makan bersama. Setiap orang yang hadir dalam pelataran duka, mendapat satu paket nasi berisi beberapa potong daging kerbau. Sangat spesial karena kami makan memakai wadah daun (tetuk).
Nasi dan daging kerbau mengeluarkan aroma harum khas yang wangi dan mengundang selera makan.
Ma'papura pada hakekatnya mirip dengan acara Rambu Solo'. Ada kedukaan, prosesi ibadah, pertemuan keluarga dan saling menguatkan satu sama lain tanpa memandang latar belakang agama dan kepercayaan.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ma'papura, Toleransi dan Keunikannya di Tana Toraja"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang