Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ang Tek Khun
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ang Tek Khun adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Kisah tentang Donggala dan Pedagang Keliling Lainnya

Kompas.com - 28/07/2025, 15:34 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dalam pemandangan keseharian warga kota, hal sama berlaku juga bagi para pekerja pelabuhan (buruh, kuli angkut).

Pagi di jam kerja, mereka memasuki kota Donggala. Hingga petang, bahkan malam---bila harus bekerja lembur. Mereka lalu kembali ke rumah di pinggiran kota dengan sepeda. Atau, melintasi kampung-kampung jauh dengan menumpang gratis di truk-truk barang.

Jamak terlihat, di pagi yang cerah ibu-ibu ke pasar membawa serta tas atau keranjang belanjaan mereka.

Lalu, mengatur makan siang buat keluarga. Anak-anak sekolah yang agak besar, berangkat pagi dan pulang di waktu siang. Makan, dan menghabiskan sore dengan bermain.

Pada siang yang masih terik, di ruas-ruas jalan padat pemukiman yang tak panjang, lelaki-lelaki berkulit legam sering melintas. Kerap tak beralas kaki, seraya memikul ikan-ikan untuk dijual.

Pedagang keliling ini menggunakan pikulan kayu panjang di bahu. Renceng-renceng ikan itu ditaruh di bagian depan dan belakang, sehingga membentuk keseimbangan saat dipikul.

Sebagian (kecil) ikan tersebut saya duga berasal dari yang tersisa dari tangkapan semalam. Dijajakan segera dengan cara berkeliling.

Sebagian lagi, ikan-ikan segar yang baru naik dari laut. Hasil tangkapan nelayan dari pantai agak jauh atau para pemancing perseorangan yang baru mengakhiri aktivitasnya.

Ikan-ikan yang diperdagangkan secara berkeliling itu, dijual tanpa membutuhkan alat timbang. Takaran untuk menentukan harga jual, berdasarkan ikatan. Talinya terbuat dari bambu, melewati insang ikan-ikan, membentuk rencengan.

Jumlah ikan per renceng yang dijual, bervariasi jumlahnya. Umumnya semakin kecil ukuran ikannya, akan semakin banyak pula jumlah ikan dalam satu renceng. 

Pedagang Keliling Sistem Barter

TANGKAPAN hasil laut ini, bisa bervariasi. Bukan hanya berbagai jenis ikan, tetapi juga lainnya. Terkadang, pemburu teripang ikut berjualan dengan berkeliling kota. Bahkan, sesekali kita bisa menjumpai penjual penyu atau kura-kura.

Mengenai jualan pedagang keliling yang satu ini, adalah favorit untuk dibeli ayah saya bila beliau sedang di toko. Atau, bila beliau menjumpainya dalam perjalanan, lalu diajak ke rumah untuk bertransaksi.

Namun demikian, ada jenis pedagang keliling lain yang kala itu tidak saya pahami benar model transaksinya.

Rupiah bukanlah alat tukarnya, melainkan sistem barter---seperti kisah-kisah di masa lampau era bedil sundut. Untuk model barter ini, nenek saya bisa memeroleh bahan pangan seperti palawija dan beberapa butir telur.

Sebagai catatan, pada masa itu satuan pengukuran untuk beras, kacang hijau, dan kacang tanah adalah liter. Wadahnya telah tersedia dan mudah dibeli sebagai produk pabrikan. Beras, kacang hijau, atau kacang tanah diisikan ke dalamnya hingga memuncak, lalu diratakan dengan tongkat pendek, sekali ayun.

Transaksi gaya barter ini, berlangsung di dalam rumah. Seorang perempuan agak berumur akan datang ke rumah kami. Di ruang keluarga rumah kami, ibu itu menurunkan bawaannya.

Lalu, nenek dan tante saya akan mengeluarkan pakaian-pakaian lama yang tak lagi dipakai. Nenek saya akan menyodorkan, misalnya, selembar pakaian. Si ibu tadi akan merespons dengan menyebutkan takaran tukarnya, berdasarkan apa yang dibawanya.

"Ini masih bagus, tambah setengah liter kacang tanahlah," kira-kira seperti itu ingatan saya terhadap ucapan nenek saya. Demikian seterusnya, satu per satu, hingga tak ada lagi baju, rok, atau celana untuk dibarter dengan palawija dan telur ayam.

Momen-momen seperti itu, sungguh mengasyikkan untuk saya dinikmati. Ketika transaksi barter tersebut berlangsung, saya akan duduk diam di sofa atau anak tangga. Saya mengamati interaksi dan perbincangan yang mengemuka kala itu sebagai tontonan yang memikat, seperti seorang observer. 

Pedagang Keliling Pra-pesan

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Cerita Pengurus RT Menghidupkan Ronda Malam
Cerita Pengurus RT Menghidupkan Ronda Malam
Kata Netizen
Kita Belajar untuk Apa dan Siapa?
Kita Belajar untuk Apa dan Siapa?
Kata Netizen
Vaksinasi Rabies pada Hewan Kesayangan, Perlu?
Vaksinasi Rabies pada Hewan Kesayangan, Perlu?
Kata Netizen
Meja Makan Keluarga yang Kini Sunyi
Meja Makan Keluarga yang Kini Sunyi
Kata Netizen
Melihat Kehidupan 24 Jam di Pasar Jati Mulyo
Melihat Kehidupan 24 Jam di Pasar Jati Mulyo
Kata Netizen
Masihkah Menantu PNS Jadi Pekerjaan Idola Mertua?
Masihkah Menantu PNS Jadi Pekerjaan Idola Mertua?
Kata Netizen
Perjalanan Seorang Ibu Tunggal: Tiga Anak, Satu Pelukan
Perjalanan Seorang Ibu Tunggal: Tiga Anak, Satu Pelukan
Kata Netizen
5 Cara Menikmati Macet a la 'Working Mom'
5 Cara Menikmati Macet a la "Working Mom"
Kata Netizen
Kebaikan Kecil yang Saya Temukan di Trans Jogja
Kebaikan Kecil yang Saya Temukan di Trans Jogja
Kata Netizen
Bukan Sekadar Angka Timbangan, Diet Itu tentang Perjalanan
Bukan Sekadar Angka Timbangan, Diet Itu tentang Perjalanan
Kata Netizen
Bagi Pasutri, Perhatikan Ini untuk Tetap Bisa Menafkahi Orangtua
Bagi Pasutri, Perhatikan Ini untuk Tetap Bisa Menafkahi Orangtua
Kata Netizen
Belajar Memanen Hujan lewat Joglangan
Belajar Memanen Hujan lewat Joglangan
Kata Netizen
Hilir ke Hulu Hijaunya Alam Kampung Karuhun, Sumedang Selatan
Hilir ke Hulu Hijaunya Alam Kampung Karuhun, Sumedang Selatan
Kata Netizen
Bagaimana Meyakinkan Keluarga tentang Asuransi?
Bagaimana Meyakinkan Keluarga tentang Asuransi?
Kata Netizen
Bisakah Memanen Hujan di Apartemen?
Bisakah Memanen Hujan di Apartemen?
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau