Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sultani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Sultani adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Apakah Sudah Cocok Mobil Listrik dengan Mobilitas Orang Indonesia?

Kompas.com - 28/07/2025, 16:44 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Mobil konvensional telah teruji dalam hal ini, sementara mobil listrik masih dianggap terlalu "terkunci" pada sistem pengisian dan jalur tertentu. Kepercayaan terhadap bengkel umum di pelosok juga menjadi penentu, mengingat mobil listrik membutuhkan perawatan dan pemahaman teknis yang berbeda.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah persepsi masyarakat terhadap daya tahan mobil. Dalam budaya Indonesia, mobil seringkali dianggap sebagai aset jangka panjang yang bisa diwariskan atau dijual kembali dengan nilai yang stabil.

Mobil listrik, yang teknologinya masih tergolong baru, belum memiliki rekam jejak panjang di mata masyarakat terkait keawetan dan nilai jual kembali. Ini membuat banyak orang memilih untuk menunggu dan melihat terlebih dahulu sebelum memutuskan beralih.

Dengan berbagai pertimbangan ini, bisa dilihat bahwa tradisi perjalanan kolektif dan pola mobilitas lintas daerah di Indonesia masih menjadi tantangan besar bagi adopsi mobil listrik secara luas. Inovasi teknologi harus mampu merespons kebutuhan budaya yang sudah mengakar agar bisa diterima dan diadopsi secara menyeluruh.

Mobilitas Urban dan Generasi Muda

Meski menghadapi tantangan dalam konteks perjalanan jarak jauh, mobil listrik memiliki peluang besar di wilayah perkotaan.

Mobilitas masyarakat di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung cenderung lebih terstruktur dan berulang---misalnya perjalanan harian dari rumah ke kantor atau sekolah.

Dalam konteks ini, mobil listrik menawarkan efisiensi biaya dan kenyamanan yang menjawab kebutuhan gaya hidup urban.

Generasi muda, khususnya kaum milenial dan Gen Z, menjadi segmen yang paling terbuka terhadap adopsi mobil listrik. Mereka lebih akrab dengan teknologi digital, lebih sadar akan isu lingkungan, dan cenderung tertarik pada inovasi yang merepresentasikan gaya hidup modern.

Tampilan futuristik mobil listrik, konektivitas yang canggih, serta kesan eksklusif menjadi daya tarik tersendiri di kalangan anak muda urban.

Selain pengguna individu, sektor transportasi daring juga mulai melirik penggunaan mobil listrik. Perusahaan seperti Gojek dan Grab sudah melakukan uji coba kendaraan listrik dalam armada mereka. Ini membuka ruang besar bagi normalisasi mobil listrik dalam keseharian masyarakat urban.

Pengemudi ojol atau taksi online dapat menjadi agen perubahan budaya mobilitas jika diberi dukungan pelatihan dan infrastruktur yang memadai.

Namun demikian, adopsi ini tetap membutuhkan kebijakan insentif dan kemudahan akses. Harga mobil listrik yang relatif tinggi masih menjadi penghalang utama.

Oleh karena itu, peran pemerintah sangat penting dalam menyediakan skema subsidi, pembebasan pajak, dan pembangunan SPKLU di titik-titik strategis kota. Langkah-langkah ini akan mempercepat penerimaan dan penggunaan mobil listrik di lingkungan urban.

Dengan kata lain, meskipun tidak langsung menggantikan peran mobil konvensional secara menyeluruh, mobil listrik punya potensi kuat untuk menguasai pasar mobilitas perkotaan dan menjadi simbol gaya hidup generasi baru di Indonesia. Ini bisa menjadi pijakan awal yang strategis dalam mendorong transformasi budaya mobilitas nasional.

Mobil sebagai Simbol Status: Apakah Mobil Listrik "Naik Kelas"?

Dalam masyarakat Indonesia, kepemilikan mobil tidak hanya soal kebutuhan, tetapi juga tentang pencitraan. Mobil dipandang sebagai simbol kesuksesan ekonomi, bahkan gengsi keluarga.

Maka, ketika mobil listrik masuk ke pasar, pertanyaan yang muncul adalah: apakah ia mampu menggantikan peran simbolik mobil konvensional yang telah tertanam dalam benak masyarakat?

Beberapa merek mobil listrik, seperti Tesla, Hyundai Ioniq, atau Wuling Air EV, telah mencoba membentuk citra mobil listrik sebagai kendaraan futuristik dan berkelas. Dalam kalangan tertentu, terutama urban menengah atas, mobil listrik mulai mendapat tempat sebagai simbol modernitas dan kesadaran lingkungan.

Namun, persepsi ini belum merata, terutama di luar kota besar, di mana status sosial masih banyak dikaitkan dengan merek mobil Jepang ber-CC besar.

Ada pergeseran narasi yang menarik. Jika dulu mobil yang bersuara keras dan tampak gagah dianggap keren, kini mobil senyap dan halus mulai dilihat sebagai "kelas baru".

Mobil listrik, dengan desain minimalis dan teknologi tinggi, mulai merebut panggung sebagai kendaraan yang mencerminkan intelektualitas dan tanggung jawab sosial. Meski demikian, proses ini masih dalam tahap awal dan membutuhkan waktu untuk benar-benar menggantikan narasi lama.

Tantangan lain adalah edukasi publik. Banyak orang belum memahami perbedaan mendasar antara mobil listrik dan hybrid, atau antara full electric dan extended-range. Minimnya pemahaman ini membuat citra mobil listrik masih kabur di mata sebagian besar masyarakat.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Kata Netizen
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kata Netizen
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Kata Netizen
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Kata Netizen
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Kata Netizen
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Kata Netizen
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Kata Netizen
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Kata Netizen
Adakah Cara biar Adil Memberi Nafkah ke Orangtua?
Adakah Cara biar Adil Memberi Nafkah ke Orangtua?
Kata Netizen
Peran Komunitas Jaga Pariwisata di Pulau Merak Besar
Peran Komunitas Jaga Pariwisata di Pulau Merak Besar
Kata Netizen
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
Kata Netizen
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Kata Netizen
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Kata Netizen
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Kata Netizen
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau