Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Oleh karena itu, kampanye publik yang strategis dibutuhkan agar mobil listrik bisa tampil bukan hanya sebagai produk teknologi, tetapi juga sebagai bagian dari identitas sosial baru.
Dengan pemaknaan ulang terhadap status, mobil listrik berpotensi menjadi simbol baru di tengah masyarakat Indonesia.
Namun, ia perlu dukungan budaya populer, promosi yang tepat, dan figur publik yang merepresentasikan transformasi nilai-nilai ini. Ketika mobil listrik berhasil menjelma menjadi impian baru masyarakat, maka transisi dari mobil konvensional akan semakin cepat.
Tantangan Budaya dalam Proses Adaptasi Teknologi
Salah satu kendala utama dalam adopsi teknologi baru di Indonesia adalah budaya "wait and see". Masyarakat cenderung ingin melihat dulu apakah sesuatu terbukti aman, tahan lama, dan sesuai dengan kebiasaan sebelum berani beralih. Hal ini terjadi pula dalam respons terhadap mobil listrik. Banyak orang yang masih memilih untuk menunggu sambil mengamati pengalaman orang lain, daripada langsung mencoba.
Budaya teknisi rumahan dan bengkel umum yang tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri.
Mobil konvensional mudah diperbaiki di mana saja, sementara mobil listrik membutuhkan alat dan keterampilan khusus. Bagi masyarakat yang terbiasa mengandalkan bengkel terdekat untuk perawatan rutin, ketidakmampuan bengkel tersebut menangani EV bisa menjadi penghalang besar.
Keterbatasan informasi juga memperkuat resistensi ini. Masyarakat belum sepenuhnya memahami bahwa mobil listrik tidak memerlukan perawatan oli, radiator, atau sistem knalpot.
Bahkan banyak yang mengira mobil listrik tetap perlu "dipanaskan" sebelum digunakan. Tanpa edukasi dan pendampingan yang tepat, miskonsepsi ini akan terus hidup dan memperlambat adopsi.
Selain itu, kecenderungan masyarakat untuk membeli barang yang bisa diutak-atik sendiri berseberangan dengan karakter mobil listrik yang cenderung tertutup dan tergantung pada sistem bawaan pabrik.
Bagi mereka yang menikmati modifikasi atau perbaikan mandiri, mobil listrik terasa "terlalu modern" dan sulit dipahami. Hal ini bisa diatasi jika komunitas EV mulai membentuk ekosistem edukatif dan saling berbagi.
Menghadapi tantangan budaya ini, strategi pengenalan mobil listrik harus dirancang secara kontekstual.
Edukasi berbasis komunitas, pelibatan bengkel lokal dalam pelatihan, dan promosi oleh tokoh masyarakat akan lebih efektif dibanding hanya mengandalkan kampanye media. Dengan pendekatan budaya yang inklusif, resistensi dapat berubah menjadi penerimaan.
Peluang dan Resistensi Kultural
Mobil listrik menghadirkan potensi besar sebagai kendaraan masa depan di Indonesia, namun keberhasilannya tak cukup hanya diukur dari segi teknis atau kebijakan.
Transisi ini juga harus membaca konteks budaya masyarakat---kebiasaan, nilai, dan simbolisme yang menyertai mobil dalam kehidupan sehari-hari. Sejauh ini, mobil listrik menjanjikan efisiensi dan ramah lingkungan, namun masih diuji dalam hal kompatibilitas dengan tradisi dan persepsi publik.
Dalam konteks perjalanan jarak jauh dan mobilitas lintas provinsi, mobil listrik masih menghadapi tantangan besar. Namun di wilayah urban, terutama di kalangan generasi muda dan pengguna transportasi daring, peluangnya cukup menjanjikan.
Di sinilah awal perubahan budaya bisa dibangun, melalui penciptaan ekosistem yang mendukung dan narasi baru tentang kendaraan masa depan.
Pada akhirnya, mobil listrik bisa menggantikan dominasi mobil konvensional jika ia berhasil beradaptasi dengan budaya masyarakat Indonesia, bukan sebaliknya.
Ketika teknologi mampu menjawab kebutuhan sosial dan kultural, maka inovasi itu tidak hanya diterima, tetapi juga dijadikan bagian dari identitas kolektif yang baru.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mobil Listrik dalam Budaya Mobilitas Orang Indonesia"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.