
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Membayangkan betapa cepatnya dunia keuangan berubah—dari antre di bank dengan buku tabungan, hingga kini cukup mengetuk layar ponsel untuk membayar apa pun.
Lalu, sejauh apa sebenarnya Indonesia melangkah menuju masyarakat yang semakin minim uang tunai?
Perkembangan teknologi digital telah mendorong perubahan besar dalam cara masyarakat Indonesia mengelola dan melakukan transaksi keuangan.
Transformasi yang berlangsung selama puluhan tahun ini bukan hanya soal inovasi teknis, tetapi juga perubahan perilaku dan kultur finansial.
Dari Loket Teller ke Mesin ATM
Pada dekade 1980-an, transaksi perbankan identik dengan antrean panjang dan buku tabungan yang selalu dibawa ke mana-mana.
Semua transaksi—menyetor, menarik, hingga memeriksa saldo—hanya bisa dilakukan di kantor cabang pada jam operasional.
Memasuki 1990-an, layanan ATM mulai populer. Awalnya hanya menyediakan penarikan tunai, namun kehadirannya sudah cukup revolusioner karena memungkinkan masyarakat mengakses uang di luar jam bank.
Jangkauan semakin luas setelah jaringan ATM bersama hadir, memungkinkan nasabah bank berbeda bertransaksi di mesin yang sama.
Gelombang Internet Banking dan Era Setor-Tarik Mandiri
Pada awal 2000-an, internet dan telepon seluler memasuki dunia perbankan. Layanan SMS, telepon, dan internet banking mulai diperkenalkan, memungkinkan transfer jarak jauh tanpa harus ke cabang. Namun penarikan tunai tetap mengandalkan ATM.
Masuk ke 2010-an, fungsi ATM berkembang dengan hadirnya mesin setor-tarik (CDM/CRM). Nasabah kini bisa menyetor uang kapan saja, mempercepat layanan bank dan mengurangi beban teller.
2015 ke Atas: E-Wallet Mewarnai Cara Baru Bertransaksi
Titik perubahan besar terjadi ketika layanan keuangan digital dan aplikasi e-wallet tumbuh pesat setelah 2015. Uang bukan lagi “kartu plastik” atau “uang tunai” semata, melainkan nilai digital yang tersimpan di aplikasi.
Aplikasi seperti GoPay, OVO, Dana, atau LinkAja tidak hanya menjadi tempat menyimpan saldo, tetapi juga alat untuk transfer antar pengguna, membayar tagihan, dan bertransaksi di ratusan ribu merchant.
E-Money vs E-Wallet, Apa Bedanya?
Walau sering dianggap sama, keduanya memiliki perbedaan:
E-Money: Uang elektronik berbasis chip, biasanya dalam bentuk kartu. Contoh: kartu untuk tol, KRL, atau parkir. Bersifat prabayar dan tidak membutuhkan internet.
E-Wallet: Dompet digital berbasis aplikasi. Berfungsi lebih luas—penyimpanan saldo, transfer P2P, pembayaran tagihan, hingga integrasi ke layanan online.
E-wallet yang terverifikasi dapat menyimpan saldo hingga Rp10 juta, jauh lebih fleksibel untuk kebutuhan harian.
Laju Pertumbuhan Transaksi Digital
Pertumbuhan transaksi uang elektronik di Indonesia terus menunjukkan tren positif. Menurut Bank Indonesia:
Nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp317 triliun hingga kuartal II 2025.
Pada Juli 2025, total transaksi mencapai Rp279,46 triliun, meningkat hampir 4% dari bulan sebelumnya.
Akumulasi semester I 2025 mencapai Rp1,5 kuadriliun.
Angka-angka ini menegaskan bahwa pembayaran digital semakin diterima dan digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk UMKM yang kini cukup menyediakan satu QR code untuk melayani pembayaran dari berbagai aplikasi.
QRIS, Menghapus Fragmentasi Pembayaran Digital
Sebelum 2019, setiap aplikasi e-wallet punya kode QR sendiri sehingga merchant harus menempelkan banyak stiker di meja kasir. Peluncuran QRIS oleh Bank Indonesia menjadi titik balik.
QRIS menyatukan seluruh kode pembayaran digital, memungkinkan pengguna dari bank mana pun atau aplikasi apa pun untuk bertransaksi dengan satu kode yang sama.
Hingga Oktober 2025:
QRIS tidak hanya menyederhanakan pembayaran, tetapi juga memperluas inklusi keuangan hingga ke pedagang kecil.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Meski perkembangan pesat, beberapa tantangan masih harus diperhatikan:
Literasi Digital dan Keuangan
Banyak masyarakat masih belum memahami risiko keamanan digital, penipuan online, dan investasi ilegal.
Keamanan Siber
Ancaman seperti phishing, malware, dan pencurian data pribadi semakin meningkat seiring penggunaan transaksi digital.
Ke depan, ekosistem Open Banking—kolaborasi antara perbankan dan fintech melalui API terbuka—diprediksi akan menjadi katalis inovasi. Integrasi ini memungkinkan layanan keuangan yang lebih personal, cepat, dan aman.
Dari membawa buku tabungan ke loket teller hingga cukup memindai QR pada ponsel, perjalanan sistem keuangan Indonesia menunjukkan transformasi yang luar biasa.
Inovasi seperti QRIS, e-wallet, dan kolaborasi bank-fintech, Indonesia terus bergerak menuju less cash society yang lebih efisien dan inklusif.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sekilas Evolusi Transaksi Keuangan, Menuju Less Cash Society di Indonesia"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang