
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Angka Boleh Sama, Maknanya Tak Pernah Serupa
Di sekolah reguler, nilai yang sama sering kali dimaknai sebagai kemampuan yang setara. Namun, di SLB, prinsip ini tidak berlaku. Dua murid dapat memperoleh nilai yang sama, tetapi deskripsi capaian belajarnya bisa sangat berbeda.
Seorang murid mendapat nilai baik karena mampu mengikuti instruksi satu tahap dengan konsisten.
Murid lain memperoleh nilai serupa karena berhasil mempertahankan fokus belajar tanpa mengalami meltdown. Angka hanyalah penanda administratif; makna sesungguhnya terletak pada deskripsi perkembangan yang menyertainya.
Penilaian yang Lebih Manusiawi
Penilaian di SLB juga memiliki keunikan lain, seperti penggunaan rubrik personal, evaluasi aspek non-akademik (regulasi emosi, kemandirian, interaksi sosial), portofolio visual berupa foto atau video, hingga kolaborasi erat antara guru dan orang tua.
Refleksi guru pun menjadi bagian penting, karena hasil sumatif akan menentukan strategi pendampingan di semester berikutnya.
Pada akhirnya, sumatif di SLB bukan sekadar penilaian akhir semester. Ia adalah potret perjalanan belajar yang personal dan bermakna. Guru pendidikan khusus tidak hanya menilai, tetapi juga memahami, mendampingi, dan menumbuhkan.
Inilah mengapa sumatif di SLB bukan sumatif biasa. Setiap anak unik, dan setiap kemajuan—sekecil apa pun—layak dihargai dan dirayakan.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sumatif Akhir Semester di SLB, Bukan Sumatif Biasa"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang