Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irmina Gultom
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Irmina Gultom adalah seorang yang berprofesi sebagai Apoteker. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pahami Musabab di Balik Larangan Obat Sirop, Sikapi dengan Bijak

Kompas.com - 26/10/2022, 12:11 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Dilema Kala Isu Gangguan Ginjal Akut dan Cemaran DEG/EG pada Produk Obat Sirop"

Persoalan obat sirop semakin gaduh dan membuat banyak masyarakat cemas sekaligus gelisah.

Hal ini berawal dari laporan puluhan anak di Gambia, Afrika Barat yang meninggal akibat Acute Kidney Injury (AKI) atau Gangguan Ginjal Akut yang diguga disebabkan oleh cemaran berlebih senyawa Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol (EG) dalam produk obat demam/batuk berbentuk sirop.

Produk obat tersebut antara lain Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.

Berdasarkan penjelasan yang dirilis oleh BPOM RI, keempat produk tersebut maupun produk lainnya yang diproduksi Maiden tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia.

Selain di Gambia, di Indonesia juga ditemukan puluhan kasus meninggalnya anak Indonesia diguda akibat gangguan ginjal misterius.

Mayoritas anak yang meninggal tersebut disebabkan oleh menurunnya fungsi ginjal dan tak sempat dapat penanganan dari rumah sakit.

Kecurigaan pun timbul apakah kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak di Indonesia ini ada kaitannya dengan produk obat sirop seperti yang terjadi di Gambia.

Antara Tindakan Preventif vs Kebutuhan Pasien dan Kerugian Pelaku Usaha

Kementerian Kesehatan dengan sigap langsung mengambil tindakan pencegahan dengan menginstruksikan agar tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan tidak meresepkan obat oral dalam bentuk cair (sirop, suspensi, drop, dan lainnya).

Hal ini tentu membuat dilema dan bingung banyak rekan sejawat yang bekerja di instalasi farmasi fasilitas kesehatan dalam menentukan jenis obat untuk bayi hingga balita. Pasalnya, obat yang biasa diberikan berbentuk oral drop (diberikan dengan cara ditetes).

Ditambah lagi apotek diminta untuk tidak menjual obat sirop. Obat sirop ini tidak hanya terbatas pada obat sirop untuk mengatasi demam/batuk/pilek atau penyakit lainnya saja.

Maka risiko selanjutnya adalah kemungkinan terjadinya kelangkaan produk obat sirop di pasar. Akibatnya, kegaduhan pun sempat terjadi.

Walau saya meyakini bahwa tindakan yang dilakukan Kemenkes tersebut tujuannya baik dan dilakukan sebagai langkah antisipasi, akan tetapi tak dapat dihindari bahwa instruksi tersebut juga menimbulkan dilema.

Secara umum, pasien yang mengonsumsi obat sirop adalah anak-anak, karena tidak semua anak bisa meminum obat dalam bentuk sediaan tablet atau kapsul, alasan lainnya karena biasanya obat sirop memiliki rasa yang manis.

Kalaupun tidak dalam bentuk sediaan sirop, anak biasanya diberikan obat dalam bentuk sediaan puyer yang dicampur dengan air. Namun, jenis obat ini juga tidak semua anak suka karena rasanya yang pahit. Ditambah lagi, tidak semua obat bisa dan boleh digerus untuk dijadikan puyer.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kata Netizen
Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Kata Netizen
Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Kata Netizen
Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Kata Netizen
Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Kata Netizen
Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kata Netizen
Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Kata Netizen
Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kata Netizen
Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Kata Netizen
Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Kata Netizen
Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Kata Netizen
'Mindful Eating' di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

"Mindful Eating" di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau