Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Belum lama ini seorang teman bertanya di sebuah grup aplikasi chat. Ia bertanya mengenai apakah penggunaan obat sirop sudah aman karena anaknya sudah tiga hari anaknya sakit dan susah sekali jika diberikan obat puyer.
Kekhawatiran teman saya tersebut berasal dari Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang sempat menghebohkan pada kuartal 4 tahun 2022 lalu.
Pada masa itu ratusan anak menjadi korban akibat kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi batas aman pada produk obat sirop.
Kasus gagal ginjal akut ini sempat membuat Kementerian Kesehatan Indonesia melarang penggunaan seluruh obat sirop sebagai bentuk tindakan kehati-hatian.
Akibatnya tak hanya masyarakat, banyak produsen obat, distributor obat, fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas beserta seluruh tenaga kesehatannya, serta fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek dan toko obat mengalami kebingunan karena dilarang menjual, mengedarkan, dan meresepkan obat sirop.
Penelusuran pun segera dilakukan oleh BPOM sebagai otoritas yang berwenang. BPOM melakukan investigasi serta pengujian terhadap seluruh produk obat sirop yang diproduksi oleh seluruh industri farmasi di Indonesia.
Dari penelurusan ini BPOM merilis daftar obat sirop yang dinyatakan aman dari kandungan EG/DEG yang berlebih.
Meski saat ini kasus GGAPA bisa dibilang sudah tertangani, namun nyatanya banyak masyarakat yang masih meragukan keamanan sirop obat. Tidak sedikit pula yang masih takut membeli sirop obat di apotek atau toko obat.
Kebetulan sekali pada tanggal 21 Maret 2023 lalu, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mengadakan dialog interaktif mengenai sirup obat dengan mengundang para stakeholder mulai dari Kementerian Kesehatan, BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), akademisi, hingga influencer, dan blogger.
Tujuannya tak lain tak bukan adalah untuk meraih kembali kepercayaan publik terhadap produk sirup obat, dengan memberikan penjelasan secara komprehensif mengenai keamanan, khasiat, dan mutu sirup obat.
Selain EG dan DEG, ada empat jenis bahan tambahan obat lain yang menjadi sorotan dalam kasus gagal ginjal akut ini, yakni Polietilen Glikol (PEG), Propilen Glikol (PG), Sorbitol, dan Gliserin.
Keempat bahan ini biasanya paling sering digunakan sebagai pelarut dalam produk sirop obat. Penggunaan keempat bahan ini selain diperuntukkan sebagai pelarut sirop obat juga digunakan pada produk lainnya.
Antara lain seperti produk kosmetik/skincare (pelembab kulit, serum, body lotion, dll), produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga/PKRT (sabun, pasta gigi, obat kumur, dll), produk makanan (bumbu, saus, dll), hingga pelarut pada perisa rokok elektrik.
Jika hanya digunakan sebagai pelarut, mengapa tidak menggunakan air saja agar lebih aman?
Ada satu hal penting yang perlu dihapahi bersama bahwa tidak semua bahan obat dapat larut dalam air. Ada beberapa jenis bahan obat yang baru bisa larut dalam pelarut golongan alkohol seperti Gliserin dan Sorbitol.
Kedua pelarut tersebut juga cocok digunakan dalam produk sirop obat karena rasanya yang manis. Sementara itu, PEG dan PG juga sering digunakan dalam formulasi obat sebagai co-solvent (untuk meningkatkan kelarutan obat), stabilizer, humektan, dan pengawet (antimikroba).
Masalahnya adalah, keempat bahan tambahan ini dipastikan hampir tidak ada yang seratus persen murni. Ada cemaran (impurities) berupa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), dimana hasil metabolitnya yang berupa Asam Oksalat yang bersifat nefrotoksik (toksik pada ginjal). Namun demikian, bukan berarti juga keempat bahan ini berbahaya.
Maka dari itu, agar dapat digunakan pada produk yang aman dikonsumsi manusia, ada persyaratan ambang batas aman cemaran EG/DEG yang harus dipenuhi.
Persyaratan ini terantum dalam Farmakope alias buku standar yang berisi persyaratan mutu dan metode analisis bahan obat yang diterbitkan oleh badan resemi pemerintah.
Jadi, seluruh bahan obat yang digunakan dalam produksi obat harus memenuhi ketentuan dan standar yang terdapat dalam Farmakope ini.
Dalam investigasi yang dilakukan secara menyeluruh terkait kasus gagal ginjal akut ini, ditemukan bahwa adanya indikasi pemalsuan barang yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pemalsuan itu terkait pendistribusian pelarut Propilen Glikol yang mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas aman.