Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Widi Kurniawan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Widi Kurniawan adalah seorang yang berprofesi sebagai Human Resources. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ancaman "Setan Kredit" di Balik Wacana Single Salary ASN

Kompas.com - 23/09/2023, 14:59 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Suatu hari saya menerima curhatan seorang pejabat menengah di sebuah instansi pemerintah. Ia mengungkapkan kegalauannya ketika diminta menandatangani surat persetujuan pengajuan kredit di bank oleh anak buahnya.

Sebenarnya, sebagai seorang atasan ia tidak ingin selalu menyetujui jika ada bawahannya yang mengajukan surat persetujuan semacam itu. Akan tetapi, di sisi lain juga ia merasa serba salah, pasalnya ia juga merasa kasihan apabila ia tidak menyetujuinya karena anak buahnya berasalan demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pada kenyataannya kehidupan sebagai seorang ASN/PNS sejak dulu memang identik dengan “menyekolahkan” Surat Keputusan (SK) sebagai jaminan pengajuan kredit di bank.

Salah satu pengalaman terkait “menyekolahkan” SK ini dialami oleh seorang kerabat. Ia mengungkapkan jika SK PNS miliknya tidak “disekolahkan” di bank, ia tidak akan bisa membeli rumah. Tak tanggung-tanggung, diperkirakan bahwa SK miliknya baru bisa ditebus menjelang masa pensiunnya nanti.

Atas nama kebutuhan hidup yang beragam dan semakin mencekik, mengambil kredit atau pinjaman, atau bahasa lugunya "utang", menjadi solusi yang tak jarang diambil oleh banyak orang, termasuk juga mereka yang berprofresi sebagai ASN/PNS.

Mereka yang berprofesi sebagai ASN/PNS bisa dibilang cukup beruntung, karena memiliki SK dan penghasilan tetap setiap bulannya yang bisa meyakinkan pihak bank ketika secara terpaksa mengajukan pinjaman.

Terkait hal ini, beberapa waktu lalu terdengar wacana dari pemerintah yang ingin menerapkan aturan single salary bagi para ASN/PNS. Jika kebijakan ini nantinya akan benar-benar diterapkan, apakah akan berpengaruh terhadap pola ASN/PNS dalam “menyekolahkan” SK mereka?

Pemerintah berencana mengubah sistem penggajian ASN/PNS dengan single salary. Artinya, semua ASN/PNS ini hanya akan menerima satu jenis penghasilan atau gaji saja.

Dengan sistem single salary ini, gaji dan tunjangan kinerja serta komponen penghasilan lain yang sebelumnya diberikan terpisah, kini digabung menjadi satu.

Melihat dari berbagai berita yang beredar mengenai sistem single salary ini, nantinya dalam sekali penghasilan, seorang ASN/PNS bisa jadi menerima gaji dengan nominal yang cukup besar.

Hal ini berbeda dengan sistem saat ini, penghasilan yang diterima masih terpisah-pisah dan bisa diberikan di waktu yang berbeda pula. Sebagai gambaran, gaji akan diberikan pada awal bulan, sementara tunjangan kinerja serta komponen penghasilan lain akan dibayar di tengah bulan.

Tentu, ketika aturan single salary mulai diberlakukan nanti dan para ASN/PNS menerima penghasilan setiap bulannya dalam jumlah yang lebih besar daripada sebelumnya, akan terlihat lebih “menggiurkan”, baik bagi para ASN/PNS itu sendiri maupun bagi pihak bank.

Mengapa juga pihak bank? Sebab, pihak bank bisa lebih mudah untuk berlomba-lomba menarik nasabah kredit dari kalangan ASN/PNS ini.

Sebagai contoh, nantinya seorang ASN menerima single salary sebesar Rp10 juta per bulan. Padahal sebelumnya, di sistem yang berlaku sekarang ia menerima gaji pokok bulanan sebesar Rp4 juta ditambah tunjangan kinerja Rp4 juta serta tunjangan lain sebesar Rp1,5 juta.

Jika melihat rinciannya sebenarnya tidak berbeda jauh antara single salary dan sistem penggajian saat ini, meski memang mungkin akan ada kenaikan jumlah gaji sedikit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com