Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Luna Septalisa
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Luna Septalisa adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Kekerasan di Sekolah: Imbas Fatherless dan Maskulinitas Toksik?

Kompas.com - 07/10/2022, 15:33 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dalam pola asuh yang mengajarkan maskulinitas toksik, laki-laki ditabukan untuk menangis dan berkeluh kesah karena itu adalah tanda kelemahan.

Mereka hanya boleh mengekspresikan kekuatan, keberanian, ketangguhan, wibawa, kekuasaan, dan amarah.

Karena tidak pernah dilatih untuk mengekspresikan emosi negatif secara sehat, ketika laki-laki merasa malu, tersinggung, atau terluka solusi yang ditempuh adalah dengan kekerasan.

Cemburu karena istri/pacar tampak akrab dengan laki-laki lain, istri/pacarnya dipukuli. Tim sepak bola yang dijagokan kalah, baku hantam dengan pendukung tim lawan. Ditagih utang tetangga, bukannya dibayar malah tetangganya dilempar parang.

Laki-laki pengidap maskulinitas toksik memang lebih suka menyelesaikan masalah pakai otot (baca: menormalisasi kekerasan) daripada pakai otak.

Jangankan bisa berdiskusi secara elegan, intelek, dan beradab, kalau yang mereka utamakan hanyalah ego dan emosi.

Maskulinitas toksik juga cenderung mewajarkan perilaku-perilaku buruk yang dilakukan oleh laki-laki bahkan menganggapnya keren.

Misalnya, merisak orang lain yang secara fisik lemah dan berbeda atau yang secara status sosial dan ekonomi lebih rendah, menganggap cupu sesama murid laki-laki yang tidak mau ikut tawuran dengan anak SMA lain, dan sebagainya.

Negeri Tanpa Ayah (Fatherless Country)

Ketidakterlibatan ayah dalam hal pengasuhan anak dikenal sebagai fenomena negeri tanpa ayah atau fatherless country phenomenon.

Apa pula itu fenomena "negeri tanpa ayah"?

Sebagaimana dikutip dari Kompas, Indonesia menempati urutan ke-3 dunia sebagai negara dengan anak-anak tanpa ayah (fatherless country) terbanyak.

Menurut psikolog Amerika, Edward Elmer Smith, yang dimaksud dengan fatherless adalah hilangnya peran ayah di rumah, baik secara fisik maupun psikologis. Sementara fatherless country adalah negara dengan peran ayah yang minim.

Menurut catatan Kementerian Sosial tahun 2021, jumlah anak yatim piatu di Indonesia sekitar 4.043.622 anak.

Jumlah ini mengalami peningkatan hingga mencapai 32.216 anak pada tahun 2022 akibat kematian orangtua karena Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 silam.

Itu baru contoh fatherless secara fisik. Bagaimana dengan jumlah anak yang mengalami fatherless secara psikologis?

Sayangnya, data dan penelitian yang berkaitan dengan fenomena fatherless di Indonesia masih sangat jarang dan terbatas.

Faktor Penyebab Fenomena Fatherless

Isu fatherless country merupakan masalah global yang terjadi di mana-mana.

Di negara Barat, sebab utama fenomena fatherless adalah ayah dan ibu yang tidak menikah, yang akibatnya kebanyakan anak hanya hidup dengan ibunya.

Sementara di Indonesia, kebanyakan terjadi pada orangtua yang masih terikat pernikahan tapi tugas pengasuhan anak tidak dipenuhi oleh ayah.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau