Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Contohnya, ayah terlalu sibuk bekerja dan sering bepergian ke luar kota serta tidak menjadikan keluarga sebagai prioritas sehingga anak kurang dekat atau tidak mendapat kasih sayang serta didikan yang cukup dari ayahnya.
Fenomena fatherless country di banyak negara erat kaitannya dengan peran gender tradisional yang hanya menimpakan tanggung jawab pengasuhan anak di tangan ibu, sedangkan tanggung jawab ayah hanya sebagai pencari nafkah.
Padahal sosok dan peran ayah dalam pengasuhan anak sangat penting dan bermanfaat dalam beberapa aspek khusus.
Misalnya, karakteristik ayah yang cenderung less protective dibandingkan ibu akan membuat anak untuk lebih berani bereksplorasi dan mengambil risiko.
Sebagai laki-laki yang cenderung lebih mengedepankan rasionalitas, ayah juga dapat melatih anaknya untuk menggunakan pendekatan rasional dalam menyelesaikan suatu masalah.
Dengan demikian, ketika dihadapkan pada suatu konflik, anak akan terlatih untuk tidak sedikit-sedikit pakai kekerasan apalagi main keroyokan.
Jika dalam proses pengasuhan ibu mengajarkan tentang kelembutan, ayah mengajarkan tentang ketegasan.
Ketegasan inilah yang akan melindungi anak sehingga ia tahu bagaimana membuat batasan diri, berkomunikasi asertif, dan membela diri atau orang lain ketika hak-haknya dilanggar.
Sementara itu, anak yang mengalami fatherless, rata-rata cenderung punya rasa percaya diri yang rendah, menarik diri dari kelompok sosial, rentan terlibat penyalahgunaan narkoba, rentan menjadi pelaku tindak kriminal atau kekerasan, dan sebagainya.
Mungkin tulisan ini tampak seperti cocoklogi bagi Anda.
Namun, apa yang membentuk pribadi seorang anak hingga ia dewasa kelak, tentu tidak lepas dari peran pola asuh orangtua, bukan?
Anak yang menjadi pelaku kekerasan di sekolah bukan melulu karena aturan sekolahnya yang kurang tegas atau guru-gurunya yang tidak bisa menangani anak nakal atau sistem pendidikan Tanah Air yang hanya mengedepankan pengajaran pada aspek kognitif tapi abai pada pendidikan moral dan spiritual.
Mari kita kembalikan dulu masalah kekerasan ini ke pendidikan di rumah.
Apakah sejak kecil anak sudah mendapat pelajaran tentang kekerasan? Misalnya, anak yang dituntut untuk harus selalu menunjukkan sisi maskulinitas (yang akhirnya jadi toksik), anak yang sering menerima atau melihat kekerasan yang dilakukan oleh orangtuanya.
Lalu, bagaimana dengan kehadiran ayah, baik secara fisik maupun psikologis dalam pengasuhan anak?
Apakah di sela kesibukan, ayah masih sempat bermain dan berbicara bersama anak atau malah urusan anak dari A sampai Z hanya dibebankan pada ibunya?