Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djulianto Susantio
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Djulianto Susantio adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Temuan Peninggalan Arkeologi di Proyek MRT Jakarta, Mau Diapakan?

Kompas.com - 08/10/2022, 10:27 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Argi mengatakan, dalam kegiatan yang ia ikuti, ditemukan sejumlah artefak dan struktur. Di MRT CP 203 (Glodok--Kota), misalnya, ditemukan jalur atau rel trem listrik.

Begitu pula di MRT CP 202 (Harmoni), jalur trem membentang sepanjang Jalan Gajah Mada-Pintu Besar Selatan bahkan hingga kawasan Kota Tua.

Selain itu, di MRT CP 203 juga ditemukan struktur bata yang tersusun rapi yang diidentifikasi sebagai saluran air setelah juga ditemukan struktur serupa di beberapa lokasi lain.

Menurut Argi, kajian lapangan yang dilakukan selama 2021 dan 2022 memunculkan banyak informasi yang tidak diketahui sebelumnya.

Temuan pipa kuno di proyek pembangunan MRT.Djulianto Susantio via Argi Arafat Temuan pipa kuno di proyek pembangunan MRT.
Misalnya penemuan sistem air bersih (waterleiding) abad ke-18 dan awal abad ke-19 di bawah tanah jauh di bawah rel Trem Batavia, atau sisa jembatan Glodok (Glodokburg) yang menghubungkan Jalan Gajah Mada dengan Pintu Besar Selatan.

"Upaya pembangunan MRT dalam melakukan kajian arkeologis di Jalur Harmoni -- Kota Tua pada prinsipnya adalah wujud nyata dari upaya pelindungan warisan sejarah dan budaya sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya," begitu kata Argi.

Upaya pihak MRT memberikan kesempatan kepada tim arkeologi patut diapresiasi. Bahkan pihak MRT akan membangun semacam museum untuk memamerkan temuan-temuan arkeologi itu di kawasan kota tua.

Sekarang masalahnya, bagaimana memamerkan struktur kuno karena tidak bisa dipindahkan. Apakah cukup dengan foto? Semoga ini menjadi pemikiran kita bersama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Kata Netizen
Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kata Netizen
Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Kata Netizen
'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau