Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Alex Japalatu
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Alex Japalatu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Darurat Kekerasan terhadap Anak di Sumba Timur

Kompas.com - 24/10/2022, 14:55 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Menurutnya pendampingan itu akhirnya membuahkan hasil terlihat dari adanya tren warga yang datang melapor kepada mereka untuk minta didampingi ke kantor pemerintah atau polisi.

Tren itu juga termasuk jika ada kasus yang sudah dilaporkan namun belum ada tindak lanjut.

Jejaring Membuka Kesadaran

Tantangan memutus rantai kekerasan anak di Sumba Timur adalah pandangan warga yang masih menganggap bahwa kekerasan terhadap anak adalah urusan rumah tangga. Tantangan berikutnya adalah faktor budaya.

"Kalau ada masalah kekerasan seksual terhadap anak, terkadang proses budaya ditempuh, yakni membayar denda berupa hewan 'tutup malu'. Persoalan dianggap selesai. Mereka tidak melihat dari sisi anak yang menjadi korban kekerasan. Ada trauma yang mendalam pada anak. Padahal ini sudah menjadi persoalan kriminal yang wajib dilaporkan dan mendapat penanganan aparat," ungkap Sry.

Persoalan kekerasan terhadap anak tidak bisa diselesaikan sendiri. Maka dari itu perlu dibangun kemitraan dengan berbagai tokoh masyarakat, gereja, dan pemerintah untuk bersama-sama melakukan sosialisasi demi menekan dan menghapus kekerasan tersebut.

Tantangan lain yang mesti dihadapi juga adalah bagaimana menyediakan layanan untuk membantu anak korban kekerasan berupa perawatan kesehatan, dukungan psikososial, keamanan, dan perlindungan hukum.

"Atas bantuan banyak pihak, sekarang sudah ada sebuah Rumah Aman untuk pemulihan korban kekerasan di dekat Kantor Dinas Sosial," jelas Sry.

Rumah Perlindungan Anak dan Perempuan Kabupaten Sumba Timur ini diresmikan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA RI) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, pada Kamis (4/8/2022) lalu.

Pada kesempatan itu Bupati Sumba Timur, Khristofel Praing mengungkapkan, dalam dua tahun terakhir pada 2021 tercatat sejumlah kasus kekerasan seperti, kekerasan rumah tangga sebanyak 19 kasus, pencabulan 39 kasus, bayi yang dibuang 2 kasus, penelantaran anak 2 kasus, dan kekerasan fisik 2 kasus.

"Sedangkan pada tahun 2022 dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli tercatat 35 kasus yang terdiri dari, KDRT 13 kasus, persetubuhan 16 kasus, kekerasan fisik 3 kasus, dan penelantaran 3 kasus," jelasnya.

Pada saat yang sama, kata Sry, pemerintah harus terus melakukan sosialisasi untuk mengenali faktor penyebab terjadinya kekerasan.

Hal ini sangat penting agar lembaga yang menangani kasus kekerasan bisa menyediakan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan luas, terampil dan bersungguh-sungguh menolong korban dengan mengambil tindakan pencegahan yang efektif.

Menurut Sry, pemerintah juga harus mendukung dengan terjun langsung mengambil alih apa yang sudah dilakukannya dan kawan-kawannya.

Ia menambahkan ketika masyarakat sudah antusias, maka tentunya penyedia layanan juga harus lebih siap. Bagaimana caranya, tentunya dengan sumber daya manusianya diperkuat.

“Beberapa hari yang lalu ketika masyarakat datang bikin pengaduan di salah satu Polsek, aparatnya justru tidak siap. Mereka bilang bahwa kasus kekerasan ini delik aduan. Harus orang tua atau kerabat anak itu yang datang melaporkan. Padahal siapa saja yang menyaksikan kekerasan itu wajib melaporkannya kepada pihak berwajib sebagai saksi pelapor," kata Sry pada awal April 2022 lalu.

Infrastruktur Pendukung

Ketika berjumpa di awal April 2022 lalu, Anto Kila, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumba Timur mengatakan bahwa produk hukum yang menjadi landasan kerja perlindungan anak di Sumba Timur sudah memadai.

Menurutnya, sudah terdapat Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak sejak tahun 2014 yang kemudian dari Perda ini lahirlah Peraturan Desa (Perdes).

Pada tingkat yang lebih tinggi, ada produk hukum dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Drama-drama yang Terjadi Hari Pertama Masuk Sekolah
Drama-drama yang Terjadi Hari Pertama Masuk Sekolah
Kata Netizen
Tentang Anggaran pada Awal Tahun Ajaran Sekolah
Tentang Anggaran pada Awal Tahun Ajaran Sekolah
Kata Netizen
Terbiasa Hidup Berdampingan dengan Sampah, Bisa?
Terbiasa Hidup Berdampingan dengan Sampah, Bisa?
Kata Netizen
Melihat dengan Jelas Paradoks 'Needing Nothing Attracts Everything'
Melihat dengan Jelas Paradoks "Needing Nothing Attracts Everything"
Kata Netizen
Musim Bediding, Tradisi, dan Orang Toraja
Musim Bediding, Tradisi, dan Orang Toraja
Kata Netizen
'Kangkung Cabut', Kangkung yang Bisa Dipanen Berkali-kali
"Kangkung Cabut", Kangkung yang Bisa Dipanen Berkali-kali
Kata Netizen
Liburan Sekolah Sambil Belajar, Memangnya Bisa?
Liburan Sekolah Sambil Belajar, Memangnya Bisa?
Kata Netizen
Menyiapkan Diri untuk Jadi Pasangan (yang) Sempurna
Menyiapkan Diri untuk Jadi Pasangan (yang) Sempurna
Kata Netizen
Apa yang Bikin Punya Rumah Pakai KPR Sulit?
Apa yang Bikin Punya Rumah Pakai KPR Sulit?
Kata Netizen
Apakah Kemampuan Menulis Tangan Berguna di Masa Depan?
Apakah Kemampuan Menulis Tangan Berguna di Masa Depan?
Kata Netizen
Ini Cara Deteksi Barang KW di Marketplace
Ini Cara Deteksi Barang KW di Marketplace
Kata Netizen
Cerita Orangtua yang Anaknya Latihan Main 'Push Bike'
Cerita Orangtua yang Anaknya Latihan Main "Push Bike"
Kata Netizen
Turut Campur Mencari Jodoh yang Sudah Diatur
Turut Campur Mencari Jodoh yang Sudah Diatur
Kata Netizen
Tantangan HRD di Tengah Ramainya Efisiensi
Tantangan HRD di Tengah Ramainya Efisiensi
Kata Netizen
Menelisik Manfaat dan Harapan Gambut Tropis Indonesia
Menelisik Manfaat dan Harapan Gambut Tropis Indonesia
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau