Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Alex Japalatu
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Alex Japalatu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Darurat Kekerasan terhadap Anak di Sumba Timur

Kompas.com - 24/10/2022, 14:55 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

LPAI sendiri merupakan lembaga yang aktif memperjuangkan dan memajukan hak-hak anak di seluruh Indonesia melalui pendampingan dan penanganan kasus, advokasi, publikasi, serta monitoring.

LPAI juga memiliki mitra LPA di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.

Ada juga Peraturan Gubernur (Pergub) NTT tentang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Pergub revitalisasi Kesehatan Ibu dan Anak dan beberapa regulasi terkait dengan advokasi kerja hukum.

Masih menurut Anto, kalau soal alat hukum mereka sudah punya. Kesadaran hukum pun juga sudah lama dibangun. WVI pun setidaknya sudah 14 tahun terakhir mendampingi warga.

Dampaknya jelas, masyarakat jadi paham harus melapor ke mana dan bagaimana alurnya jika ada mendapati kasus kekerasan.

"Semua ini sudah terbangun di Sumba Timur. Kesenjangan kita adalah pada infrastruktur pendukungnya," ungkap Anto.

Dia menambahkan bahwa diperlukan sarana dan prasarana pendukung serta kemampuan sumber daya manusia dan dana yang memadai dari Pemerintah Daerah.

Menurut catatan LPA, dalam lima tahun terakhir ini terdapat 180 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sumba Timur. Kalau dibagi rata, kata Anto, setiap bulan terjadi tiga kasus kekerasan seksual.

"Melebihi semua jenis kejahatan. Kasus kriminal pencurian dan pembunuhan yang ditangani polisi tidak setinggi itu. Bulan Maret 2022 lalu dari satu desa di bagian timur ada sembilan kasus kekerasan seksual. Sangat tinggi," ungkapnya.

Angka yang tinggi ini mesti dibarengi dengan tersedianya infrastruktur yang memadai untuk bisa menampung dan menindaklanjuti laporan warga. Kapasitas aparat penegak hukum yang menerima laporan warga juga harus terus ditingkatkan.

"Kita belum bicara soal pemulihan korban. Sebab itu kita butuh shelter untuk pemulihan trauma. Harus ada psikolognya. Belum soal menjangkau mereka sebab korban biasanya berasal dari pedalaman, puluhan kilometer dari Waingapu. Sementara layanan psikologi ada di kota. Menjangkau mereka ini saja sudah satu masalah tersendiri. Beruntung sekarang sudah ada Rumah Pemulihan," kata Anto.

Menurut Anto, regulasi tidak akan bermanfaat selama belum dikampanyekan secara massif yang diharapkan menjadi budaya dalam masyarakat. Dengan demikian, warga bisa membangun sendiri sistem perlindungan anak berbasis diri mereka.

Tugas pemerintah dan jejaring adalah menyediakan infrastruktur yang cukup untuk mendukung apa yang sementara ini sudah dicapai masyarakat. Kepolisian, misalnya, kata dia, harus menanggapi isu-isu perlindungan anak secara profesional dan cepat.

"Jadi tidak percuma kita lapor kalau lama baru ambil tindakan atau tidak ditanggapi sama sekali. Kita dorong proses hukumnya supaya jalan. Kita juga dorong proses pemulihan agar hak anak terpenuhi. Dia mendapatkan kepastian hukum, di sisi lain dia dapat dipulihkan," kata dia.

LPA dan semua jejaring LSM di Sumba Timur, kata Anto, akan terus memberikan pemahaman kepada aparat penegak hukum bahwa kasus-kasus kekerasan seksual adalah kejahatan luar biasa yang tidak bisa diselesaikan dengan norma-norma sosial dan agama.

"Kekerasan seksual tidak bisa dimediasi untuk diselesaikan secara budaya dan agama. Kekerasan seksual adalah kejahatan luar biasa. Pelakunya harus dihukum berat, atau direhabilitasi jika masih anak-anak," tegasnya.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau