Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dani Ramdani
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ada Tata Kota yang Buruk di Balik Malasnya Orang Indonesia Jalan Kaki

Kompas.com - 01/11/2022, 13:11 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Di Balik Malasnya Orang Indonesia Jalan Kaki, Ada Tata Kota yang Buruk"

Waktu masih sekolah, sejak masa SMP hingga SMA saya selalu berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Jarak tempuh yang diperlukan untuk sampai di sekolah dengan berjalan kaki lumayan jauh, yaitu sekitar 20 menit.

Namun, alih-alih memberatkan, jarak tempuh yang cukup jauh itu malah terasa seru karena banyak siswa lain yang juga memilih jalan kaki.

Jalan kaki ke sekolah menjadi pilihan karena memang waktu itu belum banyak tersedia pilihan lain. Hal tersebut karena tak semua orang memiliki kendaraan pribadi, bahkan akses angkutan umum pun belum tersedia.

Satu-satunya alternatif lain yang bisa digunakan adalah delman. Bagi yang tak naik delman, pilihannya tentu hanya jalan kaki.

Namun ini lah yang membuat jalan kaki terasa seru. Sebab, jalan kaki merupakan momen terjadinya interaksi antar siswa dari kelas yang berbeda atau bahkan antar angkatan. Pada waktu itu, setiap pukul enam pagi, jalanan banyak diisi oleh siswa SMP hingga SMA.

Sayangnya, pemandangan seperti itu menjadi langka di zaman sekarang ini. Mulai banyaknya orang yang memiliki kendaraan pribadi menjadi penyebab utama mengapa sudah jarangnya siswa sekolah yang berangkat dengan jalan kaki.

Mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi atau diantar orangtua mereka. Akibatnya, jika ada yang tetap jalan kaki ke sekolah seakan terkesan kuno saat ini.

Mungkin karena alasan itulah mengapa orang Indonesia kian hari kian malas untuk jalan kaki. Apalagi sekarang sudah ada angkutan umum berbasis daring yang membuat orang semakin malas jalan kaki.

Akan tetapi, selain alasan banyaknya pilihan transportasi, alasan lain mengapa orang Indonesia malas jalan kaki adalah tata kota yang buruk.

Indonesia Jadi Negara Paling Malas Jalan Kaki

Peneliti Universitas Stanford, Amerika Serikat melacak lebih dari 700 ribu ponsel milik orang di 111 negara untuk menilai seberapa aktif masyarakat di suatu negara berjalan kaki.

Hasil dari penelitian itu, Hong Kong ternyata menjadi negara yang dinilai paling rajin jalan kaki. Warganya rata-rata berjalan kaki sebanyak 6.800 langkah setiap harinya.

Sementara itu Indonesia dinilai sebagai negara paling malas berjalan. Orang Indonesia rata-rata berjalan kaki sebanyak 3.515 langkah setiap harinya. Ironisnya, angka tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata warga dunia yang berjalan kaki sebanyak 4.961 langkah setiap harinya.

Dari hasil itu tentunya menimbulkan pertanyaan, apa sebenarnya yang membuat orang Indonesia malas jalan kaki?

Ada beberapa alasan mengapa orang Indonesia malas jalan kaki, seperti kebijakan pemerintah Indonesia, cuaca, dan fasilitas pedestrian yang buruk.

Fasilitas pedestrian seperti trotoar di beberapa daerah masih tergolong tidak layak untuk digunakan jalan kaki.

Trotoar di banyak daerah di Indonesia malah digunakan pengendara sepeda motor untuk menghindari macet.

Selain itu juga trotoar juga dimanfaatkan untuk tempat parkir liar dan pedagang kaki lima. Belum lagi tak jarang terdapat halangan lain di trotoar seperti tiang listrik yang tentu membuat pejalan kaki tidak nyaman.

Padahal dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan trotoar adalah hak untuk pejalan kaki. Artinya, dengan berbagai permasalahan tersebut banyak sekali hak pejalan kaki yang terenggut.

Selain alasan yang telah disebutkan tadi, berjalan di trotoar juga tak sepenuhnya menghindari kita dari ancaman tertabrak kendaraan.

Kecelakaan di Tugu Tani tahun 2012 lalu bisa jadi contoh. Saat itu sembilan pejalan kaki meninggal karena kecelakaan itu. Hal tersebut membuktikan bahwa selain tak nyaman, jalan kaki di Indonesia juga tidak aman.

Lebih jauh, data WHO tahun 2018 menyebutkan jumlah kematian yang dialami pejalan kaki di seluruh dunia mencapai 23% dari 1,354,840 kecelakaan lalu lintas.

Sementara di Indonesia masih berdasarkan data WHO, setiap 100 ribu pejalan kaki di Indonesia dua di antaranya meninggal akibat kecelakaan.

Data tersebut kembali menegaskan bahwa keberadaan pejalan kaki di Indonesia masih rentan dan perlu mendapat perhatian lebih lagi dari pemerintah. Bahwasannya jalan kaki juga merupakan salah satu pilihan bertransportasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pejalan kaki menjadi elemen penting dalam lalu lintas. Maka dari itu, sudah sepatutnya hak pejalan kaki harus diperhatikan.

Kondisi trotoar yang belum ideal di banyak daerah di Indonesia menyebabkan pejalan kaki kesulitan mendapat akses yang nyaman dan aman dan akhirnya memilih menggunakan kendaraan pribadi.

Apalagi di Indonesia untuk mendapatkan kendaraan pribadi seperti motor cukup mudah. Orang bisa mendapatkan motor dengan sistem cicilan atau kredit dengan harga yang relatif murah.

Berdasarkan data yang dihimpun Kompas.com, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 149.707.589 unit.

Dengan banyaknya orang Indonesia yang memiliki kendaraan pribadi, totomatis akan meningkatkan pendapatan pajak negara.

Di akhir tahun 2019 saja, jumlah pajak kendaraan bermotor di Jakarta Barat saja mengalami peningkatan 77,4 persen atau sekitar Rp 1.522.728.837.357.

Angka itu baru di Jakarta Barat saja, bisa dibayangkan sebesar apa pajak kendaraan yang dihimpun dari seluruh wilayah di Indonesia.

Maka tak heran bila Indonesia seolah terus memelihara kebiasaan membeli dan menggunakan kendaraan pribadi.

Lain Indonesia lain Jepang. Di Jepang jalan kaki sudah menjadi budaya. Kebiasaan jalan kaki sudah ditanamkan sejak usia dini. Anak-anak di Jepang dibiasakan oleh orangtuanya untuk berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum.

Fasilitas transportasi umum di Jepang yang nyaman menjadikan mereka gemar menggunakan transportasi umum dan berjalan kaki.

Alasan lain mengapa orang Jepang gemar jalan kaki dan naik transportasi umum adalah mahal dan sulitnya proses untuk mengurus surat kendaraan bermotor.

Di Indonesia kunci utama untuk memberi pelayanan maksimal pada pejalan kaki adalah menyelesaikan berbagai masalah yang sudah disebutkan sebelumnya, seperti keberadaan trotoar yang belum layak, terlalu banyaknya kendaraan bermotor, dan transportasi umum yang belum nyaman.

Terlepas dari masalah fasilitas pendukung, berjalan kaki masih dipandang sebagai aktivitas masyarakat kelas bawah, sehingga kedudukannya dalam kelas sosial pun berada di bawah.

Sementara orang yang menggunakan kendaraan pribadi (apalagi mobil) dipandang sebagai masyarakat kelas menengah ke atas, sehingga secara tidak langsung memiliki kendaraan pribadi akan meningkatkan status sosial seseorang.

Jika semua masalah tersebut bisa diatasi dan dihilangkan, maka kebiasaan berjalan kaki di Indonesia pun pasti akan berangsur meningkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Kata Netizen
Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Kata Netizen
Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Kata Netizen
Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Kata Netizen
Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Kata Netizen
Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Kata Netizen
Ini yang Membuat Komik Cetak Bisa Bertahan di Era Digital

Ini yang Membuat Komik Cetak Bisa Bertahan di Era Digital

Kata Netizen
Setelah All England, Kini Bersiap Olimpiade Paris 2024

Setelah All England, Kini Bersiap Olimpiade Paris 2024

Kata Netizen
Kenyataan Pahit di Balik Tagar #JanganJadiDosen

Kenyataan Pahit di Balik Tagar #JanganJadiDosen

Kata Netizen
Simak Tips Memilih Akomodasi Saat Liburan Bersama Orangtua

Simak Tips Memilih Akomodasi Saat Liburan Bersama Orangtua

Kata Netizen
Perhatikan Asupan Gizi pada Makanan agar Puasa Lancar

Perhatikan Asupan Gizi pada Makanan agar Puasa Lancar

Kata Netizen
Beras Porang, Alternatif Kaya Manfaat Ketika Harga Beras Putih Meroket

Beras Porang, Alternatif Kaya Manfaat Ketika Harga Beras Putih Meroket

Kata Netizen
Salah Kaprah Kita Soal Penggunaan QRIS

Salah Kaprah Kita Soal Penggunaan QRIS

Kata Netizen
Kelas Menengah: Di Antara Gaji Pas-pasan dan Mimpi Jadi Kaya

Kelas Menengah: Di Antara Gaji Pas-pasan dan Mimpi Jadi Kaya

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com