Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ayah mereka, Lota Mahemba (alm), memiliki hubungan darah dengan Wona Kaka. Sama-sama dari Parona Bongu, kampung besar milik klan. Kepada saya Michael menunjukkan "pohon" keluarga Wona Kaka.
Kekalahan dari pasukan Wona Kaka membuat Letnan Brendsen panas. Ia kemudian mengerahkan prajurit sewaan dan juga orang-orang tahanan untuk memblokade pasukan Wona Kaka.
Dengan keadaan terdesak, Wona Kaka berharap alam masih berpihak kepada mereka. Suatu hari saat hujan turun begitu lebat dan di tengah kegelapan malam, pasukan Wona Kaka mulai bergerak meninggalkan gua.
Menurut kesaksian Dita Ngedo, saat itu hanya ada satu tentara Belanda yang berjaga yang sedang mengantuk kedinginan.
Dengan keuntungan itu, pasukan Wona Kaka berhasil melarikan diri ke arah Waikelo yang terdapat banyak penduduk untuk mendapat pasokan makanan.
Elisabeth Deta Dengi, juru pelihara situs Gua Rambe Manu masih memiliki pertalian darah dengan saya. Inya Tamo, ibundanya adalah saudara sepupu saya, dari kakek yang sama: Goka Lando. Lisa anak pertama Inya Tamo.
Begitu tahu kami akan berkunjung ke Gua Rambe Manu, Wily Guna Hari, seorang guru, adik Lisa juga ingin ikut. "Untuk mengenang masa kecil," kata Wily kepada saya.
Sebab Gua Rambe Manu bagi Lisa dan Wily sudah mengalir dalam darah. Ayahanda mereka, Daniel Ndara Kaka, adalah juru pelihara situs ini, sebelum pemerintah Kabupaten Sumba Barat (ketika itu) memintanya mencari pengganti.
Lisa mau menggantikan tugas ayahandanya dan diangkat sebagai pegawai honorer. Sementara Daniel kini dalam masa persiapan pensiun. Tahun 2023 masa baktinya akan selesai.
Demikianlah, kami tiba di Kampung Kabappa, di mana situs ini masuk ke wilayahnya. Di sana ada empat rumah. Semua warganya masih memiliki pertalian darah dengan Daniel Ndara Kaka. Ah, betapa kecilnya dunia!
Ketika tiba dan melihat langsung situs gua Rambe Manu, peninggalan bale-bale yang dijadikan tempat tidur Wona Kaka dulu.
Menurut Michael yang ditemui di tempat berbeda menceritakan bagaimana kondisi ketika pertama kali ia datang ke gua Rambe Manu.
"Waktu kami masuk pertama ke Rambe Manu sekitar akhir tahun 1995, kami masih temukan tulang dan tengkorak hewan berserakan di lantai gua. Bale-bale dari kayu tempat tidur Wona Kaka juga masih ada," kata Michael.
Menurutnya, tulang-tulang hewan tersebut adalah ternak milik warga yang diberikan kepada Wona Kaka atau justru dirampas.
Saya memotret, tapi tak berani duduk di atasnya.
***
Sumber:
Buku Wona Kaka, Perang Melawan Belanda di Kodi 1911-1913