Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Selesai berdoa, acara dilanjutkan dengan makan malam bersama. Parhobas mengantar piring berisi nasi dan gulai daging kambing ke hadapan tiap orang. Juga baskom-baskom kecil berisi air untuk mencuci tangan.
Konon leluhur Batak tidak makan babi. Dulu, paling sedikit mereka memotong satu kerbau bila hendak beracara.
Makanan babi mulai dikenal sejak kehadiran Belanda. Bila tidak cukup uang untuk membeli seekor kerbau, maka diganti babi alias kerbau kaki pendek.
Setelah selesai makan bersama, acara ritual akan segera dimulai. Ritual ini dipimpin oleh seorang Panuturi, orang yang terpilih dan bertugas untuk berkomunikasi dengan roh leluhur melalui mediator yang telah disediakan.
Terdapat sekitar 20 orang mediator yang hadir pada malam itu. Rata-rata dari mereka adalah perempuan, namun terdapat juga laki-laki.
Sejurus kemudian para Pargonsi (pemain musik gondang) mulai memainkan gondang. Kemudian diikuti oleh Panuturi yang memimpin manortor, para penari yang bergerak melakukan tarian merespons musik gondang.
Selama ritual berlangsung, suasana hening. Hanya terdengar suara musik dan seruan-seruan dari salah seorang Pargonsi. Meski suhu temperatur di ponsel saya menunjukkan angka 13 derajat, namun suasana pada malam itu terasa hangat.
Di sela-sela ritual sang Panuturi meminta Pargonsi untuk memainkan satu musik tertentu. Menurutnya, permintaan itu datang dari roh leluhur.
"Santabi, Amang namalo. Uning-uningan gondang on, ninna. Gondang na metmet. Baen ma, Ompung."
"Oh ido. Baen ma!"
Selama ritual berlangsung, para mediator yang menari mengikuti musik dari Pargonsi, akan ada yang dimasuki oleh roh leluhur dan akan manortor (menari) dengan cara dan gerakan yang diinginkan oleh roh leluhur tersebut.
Ketika salah satu mediator menjadi yang terpilih untuk dimasuki roh leluhur, maka biasanya mediator yang lain akan memberikan selendang putih panjang.
Tak jarang, sang mediator yang dipilih oleh roh leluhur akan berganti pakaian seperti yang diinginkan oleh roh leluhur yang merasukinya.
Mediator yang dirasuki roh leluhur ini akan menari dengan menghentakkan kaki ke lantai, gerakan melipir mengikuti lingkaran dengan tangan kanan terentang ke depan, tangan kiri terentang ke belakang, melompat dengan dua kaki, atau dengan satu kaki.
Karena penasaran, saya bertanya kepada salah satu mediator yang sedang dirasuki oleh roh leluhur.
“Bagaimana Inang tahu Ompung sudah datang?"
“Tahu saja. Ada energi lain di dalam diri saya. Dia akan mengarahkan apa yang harus saya lakukan atau katakan," jelas sang mediator.
Dari cerita saya mengetahui bahwa mediator tersebut terpilih sejak 20 tahun lalu, saat ia berkunjung ke Situs Batu Hobon.
Ompung yang mendatanginya adalah Si Boru Biding Laut atau Ratu Pantai Selatan yang diyakini meynyukai warna hijau.
Hal itu termanifestasi dari kegemaran dan kesukaan sang mediator yang gemar memakai pakaian berwarna hijau.
Menurut sang mediator, semesta kemudian mempertemukannya dengan seorang yang menyerahkan liontin emas bergambar seorang dewi.