Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Nama Putu Ayu memiliki kemiripan dengan kue tradisional Indonesia lainnya, yakni kue Putu.
Ternyata memang menurut Femy kue Putu Ayu memang memiliki hubungan erat dengan kue putu.
Ia menjelaskan bahwa Putu Ayu ini adalah bagian dari kue putu yang berakar dari kuliner Tiongkok dan berkembang di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand.
"Jadi, sejarah putu yang berkembang menjadi banyak varian saat ini mulanya diklaim berasal dari Tiongkok, dan sudah ada sejak 1.200 tahun silam pada zaman Dinasti Ming. Ini dapat dibuktikan dari artefak soal kue putu yang masih tersimpan di China National Silk Museum di 73-1 Yuhuangshan Rd, Xihu, Hangzhou, Zhejiang, Tiongkok," imbuhnya.
Alasan lain yang membuktikan bahwa kue Putu Ayu merupakan perkembangan dari putu dapat dilihat dari penggunaan bambu sebagai wadah silinder dalam pembuatannya.
"Kue putu dari bambu hingga saat ini masih digunakan sebagai wadah atau alat kukus oleh pedagang keliling Putu Ayu di Indonesia. Bambu ini persis seperti bambu-bambu kukus yang dipamerkan di China National Silk Museum," katanya.
Walau memang saat ini ia menyayangkan bahwa banyak pedagang kue Putu Ayu yang mengganti bambu dengan pipa PVC dengan alasan kepraktisan. Padalah penggunaan pipa PVC ini dinilai sangat berbahaya bagi kesehatan.
Femy juga menjelaskan berdasarkan literatur yang pernah dibacanya dulu, putu secara umum di negeri asalnya Tiongkok disebut Xianroe Xiao Long yang berarti kue dari tepung beras berisi kacang hijau lembut dan dimasak dalam cetakan bambu.
Sementara asal mula kata putu diketahui berasal dari sastra kuno Indonesia, Serat Centhini (1814). Salah satu bagian Serat Centhini ini diterangkan bahwa Ki Bayi Panutra meminta santrinya untuk menyediakan hidangan pagi.
"Nah, hidangan atau penganan pagi itu berupa sajian makanan pendamping serupa serabi dan sejenis puthu," paparnya.
Pada masa itu, dalam membuat kue putu orang Indonesia menggunakan gula jawa atau gula aren sebagai isian, alih-alih menggunakan kacang hijau. Sebab, gula jawa atau gula aren pada masa itu lebih mudah didapatkan.
Selain di Jawa, kue putu juga terdapat di wilayah Indonesia lain seperti di Sulawesi Selatan. Di sana kue putu dikenal dengan nama “Putu Nangis” karena saat proses pengukusan menggunakan pipa bambu akan terdengar suara nyaring yang mirip dengan suara tangisan.
Kue putu yang terdapat di daerah Makassar dan Kabupaten Bone dibuat menggunakan beras ketan hitam tanpa gula.
"Dalam perkembangannya pula, Putu Ayu di Sulawesi Selatan tidak hanya menggunakan tepung beras atau tepung terigu melainkan juga menggunakan beras ketan hitam," terang Femy.
Femy juga menjelaskan bahwa cara makan kue putu di sana terbilang unik, sebab kue putu Bugis biasanya dimakan bersama taburan parutan kelapa dan sambal. Kue putu di Bugis biasanya dijual di pagi hari dan disantap sebagai pengganti menu sarapan yang praktis.