Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Wacana aturan ERP yang akan diberlakukan di DKI Jakarta memunculkan beberapa pertanyaan. Dalam perspektif manajemen risiko, apakah mitigasi risiko dan maksimalisasi efisiensi ERP sudah benar sejak awal?
Apakah benar nantinya ERP akan jadi solusi efektif untuk mengatasi risiko dalam pengendalian kemacetan di jalan?
Apakah ERP akan menambah beban masyarakat golongan menengah ke bawah yang kerap melewati ruas jalan yang akan diberlakukan aturan ERP?
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan aturan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar.
Aturan ERP ini berisi sistem pengendalian lalu lintas yang digunakan untuk mengurangi tingkat kemacetan di sejumlah jalan di DKI Jakarta.
Sistem ERP ini akan mengenakan biaya pada setiap pengemudi yang membawa kendaraannya melewati ruas-ruas jalan tertentu dan pada waktu-waktu tertentu.
Dalam pelaksanannya nanti, sistem ini akan menggunakan perangkat elektronik berupa monitor electronic dan on-board unit pada kendaraan, sehingga dapat mendeteksi kendaraan yang memasuki daerah-daerah ERP.
Dengan adanya aturan ERP ini maka harapannya adalah akan semakin banyak orang yang memilih untuk menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadi.
Sebelum di Jakarta, aturan ERP ini sudah diterapkan di berbagai negara, salah satunya Singapura yang menjadi contoh nyata penerapan sistem ERP ini.
Sistem ERP ini rencananya akan diterapkan Pemrov DKI Jakarta di 25 ruas jalan utama yang ada di Jakarta.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.