Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Akan tetapi, pada kenyataannya berbagai upaya dan kebijakan yang dibuat itu masih tak mampu mengatasi kemacetan di Jakarta yang begitu kompleks.
Kini pemerintah kembali memunculkan rencana untuk menerapkan sistem ERP. Dengan adanya pungutan biaya bagi kendaraan yang akan melewati jalan tertentu, maka asumsinya akan semakin banyak orang yang menghindari membawa kendaraan pribadinya dan mulai beralih menggunakan transportasi umum.
Lalu, siapakah yang bakal menikmati pungutan biaya kemacetan tersebut? Jika melihat pernyataan dari BPTJ, maka pungutan ini tidak akan masuk ke kas daerah seperti selama ini.
Dengan adanya sistem jalan berbayar ini otomatis akan ada tambahan uang yang dibayarkan masyarakat ke negara. Pertanyaannya adalah, siapakah yang diuntungkan dengan adanya sistem ERP ini?
Jika melihat pernyataan BPTJ, pungutan biaya dari sistem ERP ini tidak akan masuk ke kas daerah seperti selama ini. Melainkan penerimaan biaya ini akan dimasukkan ke kas negara dengan kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.
Nantinya dana yang terhimpun dari PNBP ini akan digunakan untuk menunjang pembangunan infrastruktur transportasi jalan dan untuk transportasi publik.
Di sisi lain, aturan ERP ini dibarengi dengan rencana pemerintah yang akan memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik atau Battery Electrc Vehicle (BEV).
Tak tanggung-tanggung, subsidi yang akan diberikan pemerintah untuk pembelian BEV mencapai Rp80 juta.
Dari kacamata pribadi, pemberlakukan ERP yang diikuti dengan pemberian subsidi pembelian kendaraan listrik dari pemerintah tak akan bisa menurunkan keinginan masyarakat untuk bepergian menggunakan kendaraan pribadi.
Malah mungkin jadi tingkat kemacetan akan semakin bertambah parah. Bisa jadi ruas jalan yang sebelumnya tidak begitu macet malah jadi macet karena semakin banyaknya mobil dan kendaraan pribadi yang melewati jalan tersebut.
Tentu jika aturan ERP ini nantinya diberlakukan akan ada banyak masyarakat yang dirugikan. Banyak golongan pekerja seperti sopir taksi, ojek online, dan lain-lain yang akan semakin terbebani dengan adanya aturan ERP.
Dengan adanya aturan ERP otomatis dana yang mereka keluarkan untuk berkendara akan bertambah.
Selain itu, bisa jadi nantinya meski sudah membayar untuk melewati ruas jalan tertentu mereka masih tetap terjebak macet karena semakin banyaknya kendaraan pribadi di jalan akibat adanya subsidi pembelian kendaraan listrik.
Implikasinya menjadi lebih kompleks ketika para sopir taksi serta ojek online yang nantinya akan menaikkan tarifnya malah menuai protes dari konsumen.
Pemberian subsidi dari pemerintah untuk membeli kendaraan listrik atau BEV sejatinya kurang tepat.